bahan tambahan makanan
BAHAN PENGAWET DAN BAHAN PEMANIS SINTETIK
A. PENDAHULUAN
Bahan pengawet organik yang banyak digunakan yaitu asambenzoat, ester asam p-hidroksi benzoate, asam salisilat dan lain sebagainya. Sedangkan bahan pemanis sintetik yang banyak digunakan yaitu sakarin, dulsin dan siklamat.
Berikut adalah cara penetapan senywa – senyawa tersebut di atas dan pada umumnya hanya dilakukan analisa kualitatif saja.
Pereaksi
1. NaOH 10 % 9. Anisaldehid
2. HCl (1+3) 10. Petroleum eter
3. Eter 11. H2SO4 (1+3)
4. BaCl2 12. KMnO4 5 %
5. NaNO2 13. NaOH padat
6. NH3 14. KNO2 10 %
7. FeCl3 0.5 % 15. CuSO4 1 %
8. HNO3
Peralatan
1. Labu pemisah
2. Pinggan porselen
3. Pipet Mohr dan Volumetrik; 10 dan 25 ml
4. Penangas air
5. Buret 50 ml
6. Gelas ukur 10 dan 100 ml
7. Waring blender
Persiapan Sampel
a. Padatan atau semi padatan
1. Hancurkan 50 – 100 g bahan dengan 300 – 400 ml air dalam waring blender.
2. Tambahkan NaOH 10 % sampai larutan menjadi alkalis (basa)
3. Biarkan selama 2 jam, kemudian di saring
b. Cairan
1. Ambil 50 – 100 ml sample, tambahkan NaOH 10 % sampai alkalis
2. Saring dengan kapas. Jika sample berkadar gula tinggi, encerkansampai total padatan terlarut 10 – 15 %
Pengujian
Siklamat (sikloheksilsulfamat)
1. Tambahkan 2 g BaCl ke dalam 100 ml filtrate dari persiapan sample. Biarkan 2 menit, kemudian di saring.
2. Asam filtrate dengan 10 ml HCl dan tambahkan 0.2 g NaNO2. Terbentuknya endapan putih BaSO4 menunjukkan adanya sikloheksilsulfamat.
Benzoat, salisilat, sakarin, dulsin dan lainnya
1. Pipet 100 ml atau lebih filtrate dari persiapan sample, masukkan kedalam labu pemisah.
2. Tambahkan HCl (1+3) sampai asam (gunakan kertas litmus sebagai indikator). Tambahkan lagi 5 – 10 ml HCl (1+3).
3. Ekstrak dengan 75 – 100 ml eter. Jika perlu ekstrak kembali lapisan air dengan eter lagi.
4. Cuci ekstrak eter sebanyak 3 kali, masing – masing dengan 5 ml air. Masukkan ekstrak eter ke dalam pinggan porselin.
5. Uapkan eter dalam penangas air. Residu yang dihasilkan mengandung asam benzoat atau eternya, asam salisilat, sakarin, dulsin dan atau bahan terekstrak lainnya.
6. Larutkan residu yang diperoleh dalam air. Jika perlu panaskan sampai 80 – 85 OC selama 10 menit.
7. Larutan yang diperoleh di bagi 3 untuk pengujian selanjutnya (larutan A, B dan C).
a. Pengujian asam benzoat
1. Kedalam larutan A ditambahkan beberapa tetes NH3 sampai larutan menjadi basa.
2. Hilangkan kelebihan NH3 dengan penguapan
3. Larutkan kembali residu dengan air panas, saring bila diperlukan
4. Tambahkan beberapa tetes FeCl3 netral 0.5 %. Terbentuknya endapan Ferribenzoat yang berwarna salmon menunjukkan adanya asam benzoat.
b. Pengujian asam salisilat
Kedalam larutan B ditambahkan 1 tetes FeCl3 netral 0.5 %. Jika ada asam salisilat, maka larutan akan berwarna ungu.
c. Pengujian asam p-hidroksi benzoat dan esternya, sakarin dan atau dulsin
1. Tambahkan basa (NH3 atau NaOH) kedalam larutan C sampai menjadi alkali.
2. Ekstrak larutan dengan menggunakan eter dalam labu pemisah. Dari hasil ekstraksi ini akan diperoleh dua lapisan yaitu lapisan eter (D) dan lapisan air (E)
Pengujian Dulsin
1. Ekstrak eter (D) dibagi menjadi dua, tempatkan masing – masing ke dalam pinggan porselin. Uapkan eter diatas penangas air.
2. Pada pinggan porselin pertama, basahkan residu dengan HNO3 dan tambahkan 1 tetes air. Terbentuknya endapan jingga atau merah bata menunjukkan adanya Dulsin.
3. Kenakan gas HCl selama 5 menit kedalam residu kering pada pinggan kedua, kemudian tambahkan 1 tetes anisaldehid. Jika mengandung Dulsin akan terbentuk warna merah jingga sampai merah darah.
Pengujian Sakarin dan Asam p-Hidroksibenzoat
1. Lapisan air yang diperoleh (E) diasamkan, kemudian diekstrak dengan petroleum eter. Akan terbentuk dua lapisan. Lapisan air digunakan untuk pengujian sakarin dan asam p-Hidroksibenzoat.
2. Ekstrak lapisan air yang diperoleh dengan eter, uapkan eter dari ekstrak eter yang diperoleh.
3. Residu yang tinggal dirasakan masis atau tidak dengan indra pencipta, jika manis menunjukkan adanya sakarin (bila kadar sakarin yang ada 20 mg/kg contoh biasanya dapat di uji dengan cara ini).
4. Larutkan residu dalam 15 ml air. Larutan dibagi dua (larutan F 10 ml, dan larutan G 5 ml).
5. Untuk menguji adanya sakarin :
a. Kedalam 10 ml larutan F ditambahkan 2 ml H2SO4 encer (1+3). Panaskan sampai mendidih.
b. Tambahkan sedikit berlebih larutan KMnO4 % sampai terbentuk warna merah jambu yang persisten, dinginkan.
c. Tambahkan kurang lebih 1 g NaOH. Saring, masukkan filtrat ke dalam pinggan porselin. Uapkan sampai kering.
d. Panaskan pada 210 – 215 OC dalam tanur selama 20 menit. Larutkan residu dalam air.
e. Pindahkan larutan ke dalam labu pemisah, asamkan dan ekstrak dengan eter. Uapkan eter.
f. Larutkan residu dalam air. Tambahkan 1 tetes FeCl3 netral 0.5 %. Terbentuknya warna violet menandakan adanya asam salisilat yang dibentuk dari sakarin
6. Untuk menguji adanya asam p-Hidroksibenzoat :
a. Netralkan 5 ml larutan G dengan NH4.
b. Uji dengan pereaksi million. Terbentuknya warna merah mawar menunjukkan adanya asam p-Hidroksibenzoat.
B. NATRIUM BENZOAT : ANALISA KUANTITATIF
Prinsip
Dalam sample yang sudah dijenuhi oleh larutan NaCl, asam benzoate yang ada dalam sample diubah menjadi Natrium Benzoat yang larut air dengan penambahan NaOH.
Jika larutan Natrium Benzoat si asamkan dengan HCl berlebih, akan terbentuk asam benzoate yang larut dalam air yang dapat diekstrak dengan kloroform. Kloroform dapat di hilangkan dengan penguapan, residu yang mengandung asam benzoate dilarutkan dalam alcohol dan dititrasi dengan NaOH standart.
Pereaksi
1. NaCl
2. NaOH 10 %
3. HCl (1+3)
4. Khloroform
5. NaOH 0.05 N
Peralatan
1. Labu takar 500 ml dan 250 ml
2. Labu pemisah 500 ml
3. Buret
Cara kerja
Persiapan sampel
Prosedur Umum
1. Homogenkan sampel, jika padatan atau semi padatan harus digiling terlebih dahulu. Pindahkan 100 g sampel ke dalam labu takar 500 ml.
2. Tambahkan NaCl powder dalam jumlah yang cukup untuk menjenuhkan air yang ada dalam sampel, kemudian buat alkali dengan penambahan larutan NaOH 10 % (periksa dengan kertas litmus).
3. Encerkan sampai tanda tera dengan larutan NaCl jenuh. Kocok merata.
4. Biarkan sedikitnya 2 jam dengan pengocokan berkali – kali secara berkala. Lebih disukai bila dibiarkan semalaman. Saring dengan kertas Whatman No. 4.
5. Jika sampel mengandung banyak lemak yang dapat mengkontaminasi filtrate, tambahkan beberapa ml larutan NaOH ke dalam filtrate, kemudian ekstrak dengan eter sebelum penetapan selanjutnya.
6. Jika sampel mengandung alcohol, perlakuan seperti mempersiapkan sampel cider.
Sampel Saus Tomat
1. Ke dalam 100 g sampel ditambahkan 15 g NaCl dan pindahkan campuran ke dalam labu takar 500 ml, cuci wadah semula dengan lebih kurang 150 ml larutan NaCl januh.
2. Tambahkan NaOH 10 % sampai alkali, kemudian tepatkan sampai tanda tera dengan larutan NaCl jenuh. Biarkan selama sedikitnya 2 jam, kocok setiap selang waktu tertentu, sentrifusa jika perlu, kemudian saring.
“Cider” yang Mengandung Alkohol dan Produk Sejenisnya
1. Ke dalam 250 ml sampel tambvahkan NaOH 10 % sampai alkalis, uapkan pada penangas uap sampai volume larutan menjadi 100 ml.
2. Pindahkan sampel ke dalam labu takar 250 ml, tambahkan 30 g NaCl, kocok sampai larut.
3. Tepatkan sampai tanda tera dengan larutan NaCl jenuh. Biarkan sedikitnya selama 2 jam, kocok secara teratur dan kemudian di saring.
“Jellies”, “Jam”, “Preserves”, dan “Marmalades”
1. Campurkan 100 – 150 g sampel dengan 300 ml larutan NaCl jenuh. Tambahkan 15 g NaCl dan buat larutan menjadi alkali dengan NaOH 10 %.
2. Pindahkan ke dalam labu takar 500 ml dan encerkan sampai tanda tera dengan larutan NaCl jenuh.
3. Biarkan sedikitnya selama 2 jam, kocok teratur, sentrifusa bila perlu dan kemudian disaring.
Penetapan Sampel
1. Pipet 100 ml atau secukupnya (bisa lebih asal tepat) filtrate sampel, masukkan ke dalam labu pemisah. Netralkan dengan penambahan HCl encer (1+3) dan tambahkan lagi 5 ml HCl (sesudah netral)
2. Ekstrak dengan menggunakan kloroform beberapa kali dengan volume kloroform berturut – turut 70, 50, 40 dan 30 ml. untuk mencegah pembentukan emulsi, goyang – goyang secara kontinu setiap kali ekstraksi dengan gerakan rotasi. Lapisan kloroform biasanya memisah dengan mudah sesudah di biarkan beberapa menit.
3. Jika terbentuk emulsi, hilangkan dengan mengocok lapisan kloroform menggunakan gelas pengaduk atau dengan memindahkan dan memisahkan emulsi dengan menggunakan labu pemisah lain atau dengan sentrifusa beberapa menit.
4. Setiap kali ekstraksi selesai, ambil bagian jernih kloroform sebanyak mungkin, usahakan jangan tercampur dengan emulsi. Jika lapisan kloroform yang diperoleh kurang jernih, maka perlu dicuci dengan aquades sampai jernih.
5. Pindahkan seluruh ekstrak kloroform yang di peroleh ke dalam Erlenmeyer 250 ml yang kering, cuci labu pemisah (tempat ekstrak kloroform) dengan 5 – 10 kloroform.
6. Destilasi dengan lambat pada suhu rendah sampai volume ekstrak seperempat dari volume semula. Kemudian uapkan sampai kering pada suhu kamar di atas penangas air sampai tinggal beberapa tetes cairan saja yang tinggal.
7. Keringkan residu semalaman (atau sampai bau asam asetat hilang jika sampelnya adalah saus tomat) dalam desikator yang berisi H2SO4 pekat.
8. Larutan residu asam benzoat dalam 50 ml alkohol netral (cek dengan fenolftalen), tambahkan 12 – 15 ml air dan 1 atau 2 tetes indicator fenolftalen dan titrasi dengan NaOH 0.05 N.
Perhitungan
(1 ml NaOH 0.05 N = 0.0072 g sodium benzoate anhidrat)
Volume larutan
Titer x N NaOH x 144 x yang dibuat pada x 106
ppm sodium persiapan sampel
benzoat an =
hidrat Volume yang diambil x berat sampel x 1000
untuk penetapan
C. ZAT WARNA SINTETIS
Prinsip
Serat wool digunakan untuk analisis zat warna, karena sifatnya yang dapat mengabsorpsi zat warna baik yang asam maupun yang basa. Serat wool dan sutra mengandung protein amfoter yang mempunyai afinitas terhadap asam maupun basa dengan membentuk garam. Dengan mengamati perubahan warna dari benang wool yang telah dicelupkan dalam berbagai pereaksi, jenis zat warna dapat di tentukan.
Pereksi
1. HCl encer (1 + 9)
2. NaOH 10 %
3. HCl pekat
4. H2SO4 pekat
5. NH4OH 12 %
Peralatan
1. Gelas piala
2. Lempeng tetes
3. Pipet tetes
Cara Kerja
1. 30 – 50 ml sampel cairan diasamkan dengan larutan HCl encer. Jika padatan, campur 25 g sampel dengan air dan kemudian homogenkan baru diambil 30 – 50 ml seperti di atas.
2. Masukkan benang wool (± 20 cm) ke dalam larutan, didihkan selama 30 menit.
3. Benang wool di angkat, cuci dengan air dingin.
4. Keringkan, di potong menjadi empat bagian.
5. Tempatkan keempat potongan benang wool di atas lempeng tetes (atau masing – masing potongan dalam satu gelas piala kecil), kemudian masing – masing potongan ditetesi dengan NaOH 10 %, HCl pekat, NH4OH 12 % dan H2SO4 pekat.
6. Amati perubahan warna yang terjadi, bandingkan dengan standart daftar warna.
(Penuntun PratikAnalisis Pangan 1988)
PENETAPAN ZAT TAMBAHAN DALAM MAKANAN
Bahan kimia yang sering di tambahkan , seperti asam benzoat, natrium benzoate, gas belerang dioksida atau kalium metabisulfit sebagai sumber SO2, salisilat, asam borat, formaldehida, garam dapur (NaCl) dan gula.
1. Penetapan Zat Pengawet
a. Penetapan belerang dioksida
Acara 1 :
Penetapan belerang dioksida (SO2)
Tujuan :
Menghitung jumlah belerang dioksida dengan metoda penyulingan – SO2 total.
Alat – alat :
- Alat penyuling
- Gelas piala
- Buret
- Erlenmeyer
- Pembakar gas Bunsen
- Pipet ukur
- Penyambung alat penyuling
- Pipet tetes
Bahan – bahan :
- Sari buah, anggur, minuman
- HCl pekat (35 – 37 %)
- Standart iod 0.05 N
- Larutan amilum/pati 0.5 %
Urutan Kerja :
1. Masukkan 25 – 50 ml sampel yang akan dianalisa ke dalam tabung destilasi, tambah dengan 20 ml HCl.
2. Pasanglah alat destilasi dan gelas penampung hasil destilasi yang berisi dengan air sebanyak ± 50 ml dan di tambah indicator kanji 3 – 4 tetes.
3. Pasanglah buret yang berisi larutan iod 0.05 N di atas gelas penampung.
4. Tambahkan larutan iod ke dalam gelas piala setetes demi setetes sampai warna tetap biru. Ujung pendingin harus tetap tercelup pada air dalam gelas penerima.
5. Panaskan labu suling dan lakukan penyulingan.
6. Apabila warna biru berubah saat penyulingan, tambahkan larutan iod dari buret sampai biru kembali.
7. Kalau warna biru tidak berubah selama satu menit, maka penyulingan diakhiri ( dianggap selesai).
8. Catat jumlah larutan iod yang diperlukan untuk meningkatkan gas SO2 yang di bebaskan.
b. Penetapan natrium benzoate
Acara 1 :
Penetapan Na-Benzoat secara kuantitatif
Tujuan :
Menghitung kadar zat pengawet Na-Benzoat yang terdapat dalam suatu bahan.
Alat – alat :
- Neraca analitik
- Mortar
- Labu ukur
- Pipet ukur
- Corong dan kertas saring Whatman no. 4
- Gelas ukur
- Kertas pH
- Erlenmeyer
- Corong pemisah
- Gelas piala
- Buret
- Pipet tetes
Bahan – bahan :
- Contoh yang akan dianalisa (makanan dalam kaleng)
- Kloroform
- NaOH 10 %
- NaCl 30 %
- Air suling
- HCl (1 : 3)
- Alkohol (4 : 1)
- Naoh 0.5 N
- Indikator penolptalen
Urutan Kerja :
1. Masukkan 100 g contoh dalam bentuk cairan atau contoh padatan yang telah di haluskan dan kemudian di encerkan sampai 300 ml.
2. Tambahkan 10 ml NaOH 10% dan 10 ml NaCl 30%, kemudian tambah dengan air sampai volume 400 ml dan saring. Kemudian dikocok selama 2 jam dan biarkan.
3. Tambahkan air suling ke dalam labu takar sampai volumenya 500 ml kemudian saring dengan menggunakan kertas Whatman no. 4
4. Pipet 100 ml filtrate (hasil saringan) dalam botol pengocok, lalu netralkan dengan HCl (1 : 3) dan di test dengan kertas pH.
5. Tambahkan 50 ml kloroform dan kocok perlahan – lahan untuk menghindari terbentuknya emulsi.
6. Pindahkan ke dalam botol pemisah dan pisahkan larutannya. Kemudian ambil 25 ml cairan melalui kran (bagian bawah) dan masukkan ke dalam gelas piala. Diamkan beberapa waktu sampai kloroform menguap habis.
7. Larutkan residu dengan 50 ml alcohol (4 : 1), kemudian tambahkan air suling dan titrasi dengan larutan NaOH 0.05 N sampai pH tepat 0.1 atau warna merah jambu dengan menggunakan indicator pheenolpthale.
Perhitungan
1 ml NaOH 0.05 N = 0.0072 g natrium benzoate anhidrat.
c. Penentuan asam salisilat
Acara :
Penentuan asam salisilat secara kualitatif.
Tujuan :
Melakukan pengujian/analisa kualitatif asam salisilat yang terdapat dalam bahan makanan.
Alat – alat
- Erlenmeyer
- Gelas piala
- Pipet ukur
- Sendok porselin
- Penangas air
- Pemanas/lampu spiritus
- Cawan penguapan
Bahan – bahan :
- Bahan yang akan dianalisa (minuman ringan)
- Air suling
- Asam sulfat 4 N
- Larutan Ferriklorida
- Air brom
- Asam asetat
- Spiritus
Urutan kerja :
1. Larutkan 1 bagian contoh dalam 4 bagian air suling, aduk dan bila perlu disaring
2. Ambil kira – kira 50 – 100 ml larutan, kemudian diasamkan dengan asam sulfat encer (4 N)
3. Kemudian kocoklah 2 kali dengan 20 ml petroleum eter
4. Larutan yang telah tercampur baik tersebut, diuapkan eternya pada penangas air sampai potreleum eternya kering
5. Residu di larutkan dalam air dan setengah dari larutan yang di dapat dicampur dengan beberapa tetes larutan ferriklorida
6. Sisanya yang lain dicampurkan dengan air brom
7. Apabila terdapat asam salisilat dalam bahan (contoh) maka dengan ferriklorida akan menjadi berwarna violet yang tidak hilang pada penambahan dengan spiritus atau sedikit asam cuka/asetat
8. Pada penambahan dengan air brom terjadi endapan putih
d. Penentuan asam benzoate
Acara :
Penentuan asam benzoate secara kualitatif
Tujuan :
Melakukan pengujian kualitatif asam benzoate dalam suatu bahan (makanan/minuman)
Alat – alat :
- Gelas piala
- Erlenmeyer
- Corong gelas
- Pipet ukur
- Pemanas/lampu spiritus
- Oven
- Penangas air
- Termometer
Bahan – bahan :
- Bahan yang akan dianalisis
- Air suling
- Asam sulfat 4 N
- Petroleum eter
- Asam nitrat berasap (HNO3 65 %)
- H2SO4 pekat
- KNO3
- Amonia mendidih
- (NH4)2
- (NH4)2S
- Hidroksil amine-HCl
- Kertas saring
Urutan kerja :
1. Satu bagian contoh dilarutkan dalam 4 bagian air, diaduk dan bila perlu disaring.
2. Ambil kira – kira 50 – 100 ml larutan (filtrate) yang kemudian diasamkan dengan asam sulfat 4 N, dua kali dikocok berturut – turut dengan 20 ml dan 10 ml potreleum eter.
3. Larutan yang mengandung potreleum eter tersebut dipanaskan pada penangas air sampai habis menguap.
4. Residu yang tertinggal ditetesi dengan 10 tetes H2SO4 pekat atau dengan 1 tetes asam nitrat berasap (HNO3 65 %) juga dapat digunakan 50 ml KNO3.
5. Kemudian panaskan dengan oven sampai suhu 180 OC selama 3 menit.
6. Setelah dingin cairan dibuat alkalis dengan menambah ammonia dan kemudian di didihkan.
7. Setelah dingin diberi (NH4)2S atau 40 mg hidroksil amine-HCl.
8. Timbulnya warna merah coklat menunjukkan adanya asam benzoate.
e. Penetapan asam borat dan boraks
Acara :
Penetapan asam borat dan asam boraks
Tujuan :
Melakukan pengujian/analisa secara kuantitatif adanya zat pengawet boraks atau asam borat.
Alat – alat :
- Pipet ukur
- Penangas air
- Erlenmeyer
- Cawan pengabuan
- Batang pengaduk
- Pipet tetes
- Pipet volumetric
- Gelas piala
- Kertas saring
Bahan – bahan :
- Contoh yang dianalisa (susu dalam kaleng)
- Asam tumerat
- HCl
- NH4OH
- Air kapur (lime water)
- Air suling
- Kertas pH
Urutan kerja :
1. Buatlah kertas tumerat dari kertas saring yang dicelupkan dalam asam tumerat dan dikeringkan di udara.
2. Asamkan contoh yang akan dianalisa dengan HCL, dengan perbandingan 7 ml HCl dalam 100 ml contoh.
3. Celupkan kertas tumerat tadi ke dalam contoh yang telah diasamkan da diamkan kertas tersebut mongering di udara.
4. Jika terdapat boraks atau asam borat, maka kertas akan berwarna merah.
5. Penambahan NH4OH akan mengubah kertas tumerat tersebut menjadi hijau gelap. Penambahan dilakukan seperti pada HCl.
6. Bandingkan dengan perlakuan blanko.
2. Penetapan Zat Pemanis Buatan
Yang dimaksud dengan zat pemanis buatan adalah zat – zat selain gula yang digunakan untuk memberi atau menambah rasa manis dalam makanan dan minuman, contohnya sakarin, siklamat dan garam – garamnya.
Penambahan itu dilakukan dengan dosis/ukuran yang tertentu, karena dapat mengganggu kesehatan. Pada umumnya zat – zat tersebut termasuk senyawa aromatis serta berupa hablur tidak berwarna atau berwarna putih, tidak berbau atau berbau aromatic lemak, rasanya manis, larut dalam air, sukar larut dalam pelarut organic lemah.
Disamping itu masing – masing zat pemanis buatan mempunyai sifat yang berbeda dengan lainnya, seperti sakarin yang sukar larut dalam air dingin, tapi larut dalam air panas, larut dalam etanol, tapi sukar larut dalam kloroform. Sedangkan natrium siklamat sukar larut dalam etanol dan tidak larut sama selaki dalam kloroform dan dalam eter.
Penyimpanan zat pemanis buatan dilakukan dalam wadah yang tertutup rapat, karena mudah mengikat air yang ada di sekitarnya.
a. Penetapan sakarin
Acara 1 :
Pengujian sakarin secara kualitatif
Tujuan :
Menguji ada atau tidaknya sakarin sebagai zat pemanis buatan dalam makanan/minuman.
Alat – alat :
- Neraca analitik
- Pipet ukur
- Gelas piala
- Pemanas
- Pipet tetes
Bahan – bahan :
- Contoh makanan/minuman
- Larutan NaOH (1 : 20)
- Larutan HCl 13 %
- Larutan FeCl3 1 N
- Asam asetat 50 %
- KNO2 10 %
- Larutan CuSO4 1 %
- Air panas
- Petroleum eter
Urutan kerja 1a :
Dengan cara mengubah sakarin menjadi asam salisilat :
1. Masukkan 100 mg contoh ke dalam gelas piala
2. Larutkan dalam 5 ml larutan NaOH (1 : 20)
3. Uapkan sampai kering di atas api kecil dan kemudian didinginkan
4. Larutkan dalam 20 ml HCl 13 % ditambah setetes larutan FeCl3 1 N
5. Amatilah perubahan warna yang terjadi, apabila larutan berwarna violet berarti ada asam siklamat yang terbentuk dari sakarin
Urutan kerja 1b :
Dengan cara “Jorrissen test” :
1. Ambil 50 ml contoh, diasamkan dengan HCl, lalu diekstraksi
2. Hasil ekstraksi yang tidak mengandung petroleum eter dilarutkan dengan sedikit air panas
3. Setelah dingin, ambil 10 ml larutan dan ditambahkan 4 – 5 tetes KNO2 10 %, 4 – 5 tetes asam asetat 50 % dan 1 tetes CuSO4 1 %
4. Jika terdapat asam salisilat, larutan akan berubah menjadi warna merah
Acara 2a :
Penetapan kadar sakarin
Tujuan :
Menghitung jumlah kandungan sakarin sebagai zat pemanis buatan
Alat –alat :
- Neraca
- Oven
- Gelas ukur
- Buret
- Erlenmeyer
Bahan – bahan :
- Contoh yang akan dianalisa (makanan/minuman)
- Larutan NaOH 0.1 N
- Indikator phenolpthalen
Urutan kerja :
1. Ambillah sebanyak 0.3 g contoh yang telah dikeringkan pada suhu 105 OC selama 2 jam dan dilarutka dalam 75 ml air mendidih dan kemudian didinginkan.
2. Titrasi dengan larutan NaOH 0.1 N dengan 3 tetes indicator phenolpthalen.
Perhitungan :
Tiap ml NaOH 0.1 N setara dengan 18.32 mg sakarin
Catatan :
Untuk bahan – bahan yang berwarna perlu disaring terlebih dahulu sehingga penggunaan indicator phenolpthalen dapat terlihat dengan sempurna.
Acara 2b :
Penetapan kadar Na-sakarin
Tujuan :
Menghitung jumlah kandungan Na-sakarin sebagai zat pemanis buatan dalam suatu makanan atau minuman.
Alat – alat :
- Neraca analitik
- Oven
- Pipet ukur
- Buret
- Erlenmeyer
- Pipet tetes
Bahan – bahan :
- Contoh (makanan/minuman)
- Asam asetat glacial
- Asam perklorat 0.1 N
- Kristal violet
Urutan kerja :
1. Ambillah 0.3 g contoh yang telah di keringkan pada suhu 120 OC selama 4 jam yang kemudian di larutkan dalam 20 ml asam asetat glacial.
2. Titrasilah dengan asam perklorat 0.1 N dengan 2 tetes larutan kristal violet sebagai indicator, sehingga warna ungu larutan berubah menjadi biru kemudian hijau
3. Buatlah percobaan blanko (tanpa contoh)
Acara 3 :
Pengujian dulsin secara kualitatif
Tujuan
Menguji ada atau tidaknya dulsin sebagai zat pemanis buatan dalam makanan/minuman.
Alat – alat :
- Gelas piala
- Corong
- Erlenmeyer
- Gelas ukur
- Neraca
- Penangas air
Bahan – bahan :
- Contoh (makanan/minuman)
- Larutan H3PO4 25 %
- Kloroform
- Serbuk tragakan
- Larutan asam karbonat
- Larutan merkuri nitrat 1 -2 g HgO yang baru saja dicuci dengan air dan dilarutkan dalam NHO3, tambahkan larutan NaOH (konsentrasi tak penting) sehingga endapan yang terjadi tidak larut lagi, kemudian tambahkan air sampai volume 15 ml cairannya didekantasi dan dapat digunakan.
- PbO2 padat
Urutan kerja :
1. Contoh yang akan diuji dilarutkan dalam 4 bagian berat air dan bila perlu dilakukan penyaringan.
2. Ambillah 50 – 100 ml larutan diasamkan dengan larutan asam phosphate 25 % dan kocok dengan kloroform.
3. Tambahkan 5 – 10 g serbuk tragakan dan kocok kuat – kuat.
4. Tuangkan cairannya ke dalam gelas piala dan kemudian uapkan.
5. Sisa penguapan yang diperoleh dilarutkan dengan larutan asam karbonat encer dan kemudian disaring.
6. Filtratnya diuapkan sampai kering, suspensikan sisa penguapan 5 ml dan 4 tetes merkuri nitrat.
7. Panaskan 5 – 10 menit di atas penangas air dan tambahkan sedikit PbO2.
8. Amati perubahan warna yang terjadi, jika warna menjadi violet berarti ada dulsin.
Acara 4 :
Penetapan kadar natrium siklamat
Tujuan :
Menghitung jumlah kandungan natrium siklamat dalam suatu bahan makanan/minuman.
Alat – alat :
- Neraca
- Oven
- Pipet ukur
- Buret
- Erlenmeyer
Bahan – bahan :
- contoh makanan/minuman
- Asam asetat glacial
- Asam perkhlorat
- Larutan kristal violet
Urutan kerja :
1. Ambillah 0.3 g contoh yang sudah di keringkan pada suhu 120 OC selama 4 jam dan masukkan ke dalam Erlenmeyer.
2. Larutkan dengan 20 ml asam asetat glacial.
3. Lakukan titrasi dengan asam perkhlorat 0.1 N dan menggunakan 2 tetes kristal violet sebagai indicator.
Perhitungan :
1 ml asam perkhlorat 0.1 N setara dengan 20.12 mg natrium siklamat (C6H12NNaO3S)
3. Penetapan Zat Warna Tambahan
Yang dimaksud dengan zat warna tambahan dalam bahan makanan adalah zat warna yang bukan zat warna asli bahan makanan. Zat tersebut ditambah dalam makanan agar warna makanan lebih menarik. Zat warna tambahan disebut juga zar warna sintetis, sebagai contoh, amaranth, erythresine, saffranine dan lainnya.
Pada umumnya untuk mengetahui kandungan zat warna dalam bahan makanan/minuman dilakukan analisa secara kualitatif yang pada prinsipnya menguji larutan makanan dengan benang wool putih yang tidak berlemak. Setelah diketahui bahwa dalam makana/minuman terdapat bahan pewarna tambahan, dilanjutkan pengujian dengan larutan asam dan larutan basa. Sehingga dengan demikian dapat diketahui apakah zat warna tambahan dalam suatu makanan/minuman itu termasuk zat warna tambahan yang memenuhi persyaratan dalam makanan/minuman.
Untuk mengetahui kadar atau dosis zat warna tambahan yang digunakan jarang sekali dilakukan analisanya. Hal ini disebabkan karena penambahannya hanya sebagai bahan untuk memperindah atau menarik selera konsumen atau dengan kata lain penambahan tersebut dilakukan secukupnya saja sesuai dengan selera. Penambahan yang terlalu banyak akan mengakibatkan warna menjadi jelek dan mempengaruhi rasa. Analisa zat warna yang lebih teliti dilakukan secara khromatografi.
Acara :
Pengujian zat warna tambahan
Tujuan :
Mengetahui ada tidaknya zat warna yang ditambahkan dalam makanan/minuman.
Alat – alat :
- neraca analitik
- Gelas piala
- Gelas ukur
- Pemanas
- Pipet tetes
Bahan – bahan :
- Contoh makanan/minuman yang berwarna (jam, saus tomat, sirup, minuman ringan)
- Larutan KHSO3 10 %
- Larutan HCl pekat
- Larutan H2SO4 pekat
- Larutan NaOH 10 %
- Larutan NH4OH 10 %
- Benang wool putih yang tidak berlemak
Urutan kerja :
1. Masukkan ± 50 ml contoh ke dalam gelas piala dan tambahkan 5 ml larutan KHSO3 10 % dan masukkan pula ± 10 cm benang wool putih yang tidak berlemak.
2. Didihkan campuran tersebut selama 10 menit dan kemudian didinginkan.
3. Setelah dingin angkat benang wool dan cuci dengan air suling dan kemudian dikeringkan.
4. Amati warna yang terbentuk, apabila benanf wool berwarna, berarti ada zat warna tambahan.
5. Benang wool dipotong – potong dan potongan tersebut ditetesi dengan NH4OH 10 %. Jika berubah menjadi hijau kotor berarti menunjukkan adanya zat warna alam. Jika terbentuk warna lain, maka kemungkinan terdapat zat warna tambahan.
6. Ambil 3 potong benang wool lainnya yang masing – masing diuji dengan 1 – 2 tetes HCl pekat, H2SO4 pekat dan larutan NaOH 10 %.
7. Amati perubahan – perubahan warna yang terjadi pada setiap potong benang wool.
chemistry
Rabu, 29 Februari 2012
Kamis, 08 Juli 2010
bahan tambahan makanan
BAHAN PENGAWET DAN BAHAN PEMANIS SINTETIK
A. PENDAHULUAN
Bahan pengawet organik yang banyak digunakan yaitu asambenzoat, ester asam p-hidroksi benzoate, asam salisilat dan lain sebagainya. Sedangkan bahan pemanis sintetik yang banyak digunakan yaitu sakarin, dulsin dan siklamat.
Berikut adalah cara penetapan senywa – senyawa tersebut di atas dan pada umumnya hanya dilakukan analisa kualitatif saja.
Pereaksi
1. NaOH 10 % 9. Anisaldehid
2. HCl (1+3) 10. Petroleum eter
3. Eter 11. H2SO4 (1+3)
4. BaCl2 12. KMnO4 5 %
5. NaNO2 13. NaOH padat
6. NH3 14. KNO2 10 %
7. FeCl3 0.5 % 15. CuSO4 1 %
8. HNO3
Peralatan
1. Labu pemisah
2. Pinggan porselen
3. Pipet Mohr dan Volumetrik; 10 dan 25 ml
4. Penangas air
5. Buret 50 ml
6. Gelas ukur 10 dan 100 ml
7. Waring blender
Persiapan Sampel
a. Padatan atau semi padatan
1. Hancurkan 50 – 100 g bahan dengan 300 – 400 ml air dalam waring blender.
2. Tambahkan NaOH 10 % sampai larutan menjadi alkalis (basa)
3. Biarkan selama 2 jam, kemudian di saring
b. Cairan
1. Ambil 50 – 100 ml sample, tambahkan NaOH 10 % sampai alkalis
2. Saring dengan kapas. Jika sample berkadar gula tinggi, encerkansampai total padatan terlarut 10 – 15 %
Pengujian
Siklamat (sikloheksilsulfamat)
1. Tambahkan 2 g BaCl ke dalam 100 ml filtrate dari persiapan sample. Biarkan 2 menit, kemudian di saring.
2. Asam filtrate dengan 10 ml HCl dan tambahkan 0.2 g NaNO2. Terbentuknya endapan putih BaSO4 menunjukkan adanya sikloheksilsulfamat.
Benzoat, salisilat, sakarin, dulsin dan lainnya
1. Pipet 100 ml atau lebih filtrate dari persiapan sample, masukkan kedalam labu pemisah.
2. Tambahkan HCl (1+3) sampai asam (gunakan kertas litmus sebagai indikator). Tambahkan lagi 5 – 10 ml HCl (1+3).
3. Ekstrak dengan 75 – 100 ml eter. Jika perlu ekstrak kembali lapisan air dengan eter lagi.
4. Cuci ekstrak eter sebanyak 3 kali, masing – masing dengan 5 ml air. Masukkan ekstrak eter ke dalam pinggan porselin.
5. Uapkan eter dalam penangas air. Residu yang dihasilkan mengandung asam benzoat atau eternya, asam salisilat, sakarin, dulsin dan atau bahan terekstrak lainnya.
6. Larutkan residu yang diperoleh dalam air. Jika perlu panaskan sampai 80 – 85 OC selama 10 menit.
7. Larutan yang diperoleh di bagi 3 untuk pengujian selanjutnya (larutan A, B dan C).
a. Pengujian asam benzoat
1. Kedalam larutan A ditambahkan beberapa tetes NH3 sampai larutan menjadi basa.
2. Hilangkan kelebihan NH3 dengan penguapan
3. Larutkan kembali residu dengan air panas, saring bila diperlukan
4. Tambahkan beberapa tetes FeCl3 netral 0.5 %. Terbentuknya endapan Ferribenzoat yang berwarna salmon menunjukkan adanya asam benzoat.
b. Pengujian asam salisilat
Kedalam larutan B ditambahkan 1 tetes FeCl3 netral 0.5 %. Jika ada asam salisilat, maka larutan akan berwarna ungu.
c. Pengujian asam p-hidroksi benzoat dan esternya, sakarin dan atau dulsin
1. Tambahkan basa (NH3 atau NaOH) kedalam larutan C sampai menjadi alkali.
2. Ekstrak larutan dengan menggunakan eter dalam labu pemisah. Dari hasil ekstraksi ini akan diperoleh dua lapisan yaitu lapisan eter (D) dan lapisan air (E)
Pengujian Dulsin
1. Ekstrak eter (D) dibagi menjadi dua, tempatkan masing – masing ke dalam pinggan porselin. Uapkan eter diatas penangas air.
2. Pada pinggan porselin pertama, basahkan residu dengan HNO3 dan tambahkan 1 tetes air. Terbentuknya endapan jingga atau merah bata menunjukkan adanya Dulsin.
3. Kenakan gas HCl selama 5 menit kedalam residu kering pada pinggan kedua, kemudian tambahkan 1 tetes anisaldehid. Jika mengandung Dulsin akan terbentuk warna merah jingga sampai merah darah.
Pengujian Sakarin dan Asam p-Hidroksibenzoat
1. Lapisan air yang diperoleh (E) diasamkan, kemudian diekstrak dengan petroleum eter. Akan terbentuk dua lapisan. Lapisan air digunakan untuk pengujian sakarin dan asam p-Hidroksibenzoat.
2. Ekstrak lapisan air yang diperoleh dengan eter, uapkan eter dari ekstrak eter yang diperoleh.
3. Residu yang tinggal dirasakan masis atau tidak dengan indra pencipta, jika manis menunjukkan adanya sakarin (bila kadar sakarin yang ada 20 mg/kg contoh biasanya dapat di uji dengan cara ini).
4. Larutkan residu dalam 15 ml air. Larutan dibagi dua (larutan F 10 ml, dan larutan G 5 ml).
5. Untuk menguji adanya sakarin :
a. Kedalam 10 ml larutan F ditambahkan 2 ml H2SO4 encer (1+3). Panaskan sampai mendidih.
b. Tambahkan sedikit berlebih larutan KMnO4 % sampai terbentuk warna merah jambu yang persisten, dinginkan.
c. Tambahkan kurang lebih 1 g NaOH. Saring, masukkan filtrat ke dalam pinggan porselin. Uapkan sampai kering.
d. Panaskan pada 210 – 215 OC dalam tanur selama 20 menit. Larutkan residu dalam air.
e. Pindahkan larutan ke dalam labu pemisah, asamkan dan ekstrak dengan eter. Uapkan eter.
f. Larutkan residu dalam air. Tambahkan 1 tetes FeCl3 netral 0.5 %. Terbentuknya warna violet menandakan adanya asam salisilat yang dibentuk dari sakarin
6. Untuk menguji adanya asam p-Hidroksibenzoat :
a. Netralkan 5 ml larutan G dengan NH4.
b. Uji dengan pereaksi million. Terbentuknya warna merah mawar menunjukkan adanya asam p-Hidroksibenzoat.
B. NATRIUM BENZOAT : ANALISA KUANTITATIF
Prinsip
Dalam sample yang sudah dijenuhi oleh larutan NaCl, asam benzoate yang ada dalam sample diubah menjadi Natrium Benzoat yang larut air dengan penambahan NaOH.
Jika larutan Natrium Benzoat si asamkan dengan HCl berlebih, akan terbentuk asam benzoate yang larut dalam air yang dapat diekstrak dengan kloroform. Kloroform dapat di hilangkan dengan penguapan, residu yang mengandung asam benzoate dilarutkan dalam alcohol dan dititrasi dengan NaOH standart.
Pereaksi
1. NaCl
2. NaOH 10 %
3. HCl (1+3)
4. Khloroform
5. NaOH 0.05 N
Peralatan
1. Labu takar 500 ml dan 250 ml
2. Labu pemisah 500 ml
3. Buret
Cara kerja
Persiapan sampel
Prosedur Umum
1. Homogenkan sampel, jika padatan atau semi padatan harus digiling terlebih dahulu. Pindahkan 100 g sampel ke dalam labu takar 500 ml.
2. Tambahkan NaCl powder dalam jumlah yang cukup untuk menjenuhkan air yang ada dalam sampel, kemudian buat alkali dengan penambahan larutan NaOH 10 % (periksa dengan kertas litmus).
3. Encerkan sampai tanda tera dengan larutan NaCl jenuh. Kocok merata.
4. Biarkan sedikitnya 2 jam dengan pengocokan berkali – kali secara berkala. Lebih disukai bila dibiarkan semalaman. Saring dengan kertas Whatman No. 4.
5. Jika sampel mengandung banyak lemak yang dapat mengkontaminasi filtrate, tambahkan beberapa ml larutan NaOH ke dalam filtrate, kemudian ekstrak dengan eter sebelum penetapan selanjutnya.
6. Jika sampel mengandung alcohol, perlakuan seperti mempersiapkan sampel cider.
Sampel Saus Tomat
1. Ke dalam 100 g sampel ditambahkan 15 g NaCl dan pindahkan campuran ke dalam labu takar 500 ml, cuci wadah semula dengan lebih kurang 150 ml larutan NaCl januh.
2. Tambahkan NaOH 10 % sampai alkali, kemudian tepatkan sampai tanda tera dengan larutan NaCl jenuh. Biarkan selama sedikitnya 2 jam, kocok setiap selang waktu tertentu, sentrifusa jika perlu, kemudian saring.
“Cider” yang Mengandung Alkohol dan Produk Sejenisnya
1. Ke dalam 250 ml sampel tambvahkan NaOH 10 % sampai alkalis, uapkan pada penangas uap sampai volume larutan menjadi 100 ml.
2. Pindahkan sampel ke dalam labu takar 250 ml, tambahkan 30 g NaCl, kocok sampai larut.
3. Tepatkan sampai tanda tera dengan larutan NaCl jenuh. Biarkan sedikitnya selama 2 jam, kocok secara teratur dan kemudian di saring.
“Jellies”, “Jam”, “Preserves”, dan “Marmalades”
1. Campurkan 100 – 150 g sampel dengan 300 ml larutan NaCl jenuh. Tambahkan 15 g NaCl dan buat larutan menjadi alkali dengan NaOH 10 %.
2. Pindahkan ke dalam labu takar 500 ml dan encerkan sampai tanda tera dengan larutan NaCl jenuh.
3. Biarkan sedikitnya selama 2 jam, kocok teratur, sentrifusa bila perlu dan kemudian disaring.
Penetapan Sampel
1. Pipet 100 ml atau secukupnya (bisa lebih asal tepat) filtrate sampel, masukkan ke dalam labu pemisah. Netralkan dengan penambahan HCl encer (1+3) dan tambahkan lagi 5 ml HCl (sesudah netral)
2. Ekstrak dengan menggunakan kloroform beberapa kali dengan volume kloroform berturut – turut 70, 50, 40 dan 30 ml. untuk mencegah pembentukan emulsi, goyang – goyang secara kontinu setiap kali ekstraksi dengan gerakan rotasi. Lapisan kloroform biasanya memisah dengan mudah sesudah di biarkan beberapa menit.
3. Jika terbentuk emulsi, hilangkan dengan mengocok lapisan kloroform menggunakan gelas pengaduk atau dengan memindahkan dan memisahkan emulsi dengan menggunakan labu pemisah lain atau dengan sentrifusa beberapa menit.
4. Setiap kali ekstraksi selesai, ambil bagian jernih kloroform sebanyak mungkin, usahakan jangan tercampur dengan emulsi. Jika lapisan kloroform yang diperoleh kurang jernih, maka perlu dicuci dengan aquades sampai jernih.
5. Pindahkan seluruh ekstrak kloroform yang di peroleh ke dalam Erlenmeyer 250 ml yang kering, cuci labu pemisah (tempat ekstrak kloroform) dengan 5 – 10 kloroform.
6. Destilasi dengan lambat pada suhu rendah sampai volume ekstrak seperempat dari volume semula. Kemudian uapkan sampai kering pada suhu kamar di atas penangas air sampai tinggal beberapa tetes cairan saja yang tinggal.
7. Keringkan residu semalaman (atau sampai bau asam asetat hilang jika sampelnya adalah saus tomat) dalam desikator yang berisi H2SO4 pekat.
8. Larutan residu asam benzoat dalam 50 ml alkohol netral (cek dengan fenolftalen), tambahkan 12 – 15 ml air dan 1 atau 2 tetes indicator fenolftalen dan titrasi dengan NaOH 0.05 N.
Perhitungan
(1 ml NaOH 0.05 N = 0.0072 g sodium benzoate anhidrat)
Volume larutan
Titer x N NaOH x 144 x yang dibuat pada x 106
ppm sodium persiapan sampel
benzoat an =
hidrat Volume yang diambil x berat sampel x 1000
untuk penetapan
C. ZAT WARNA SINTETIS
Prinsip
Serat wool digunakan untuk analisis zat warna, karena sifatnya yang dapat mengabsorpsi zat warna baik yang asam maupun yang basa. Serat wool dan sutra mengandung protein amfoter yang mempunyai afinitas terhadap asam maupun basa dengan membentuk garam. Dengan mengamati perubahan warna dari benang wool yang telah dicelupkan dalam berbagai pereaksi, jenis zat warna dapat di tentukan.
Pereksi
1. HCl encer (1 + 9)
2. NaOH 10 %
3. HCl pekat
4. H2SO4 pekat
5. NH4OH 12 %
Peralatan
1. Gelas piala
2. Lempeng tetes
3. Pipet tetes
Cara Kerja
1. 30 – 50 ml sampel cairan diasamkan dengan larutan HCl encer. Jika padatan, campur 25 g sampel dengan air dan kemudian homogenkan baru diambil 30 – 50 ml seperti di atas.
2. Masukkan benang wool (± 20 cm) ke dalam larutan, didihkan selama 30 menit.
3. Benang wool di angkat, cuci dengan air dingin.
4. Keringkan, di potong menjadi empat bagian.
5. Tempatkan keempat potongan benang wool di atas lempeng tetes (atau masing – masing potongan dalam satu gelas piala kecil), kemudian masing – masing potongan ditetesi dengan NaOH 10 %, HCl pekat, NH4OH 12 % dan H2SO4 pekat.
6. Amati perubahan warna yang terjadi, bandingkan dengan standart daftar warna.
(Penuntun PratikAnalisis Pangan 1988)
PENETAPAN ZAT TAMBAHAN DALAM MAKANAN
Bahan kimia yang sering di tambahkan , seperti asam benzoat, natrium benzoate, gas belerang dioksida atau kalium metabisulfit sebagai sumber SO2, salisilat, asam borat, formaldehida, garam dapur (NaCl) dan gula.
1. Penetapan Zat Pengawet
a. Penetapan belerang dioksida
Acara 1 :
Penetapan belerang dioksida (SO2)
Tujuan :
Menghitung jumlah belerang dioksida dengan metoda penyulingan – SO2 total.
Alat – alat :
- Alat penyuling
- Gelas piala
- Buret
- Erlenmeyer
- Pembakar gas Bunsen
- Pipet ukur
- Penyambung alat penyuling
- Pipet tetes
Bahan – bahan :
- Sari buah, anggur, minuman
- HCl pekat (35 – 37 %)
- Standart iod 0.05 N
- Larutan amilum/pati 0.5 %
Urutan Kerja :
1. Masukkan 25 – 50 ml sampel yang akan dianalisa ke dalam tabung destilasi, tambah dengan 20 ml HCl.
2. Pasanglah alat destilasi dan gelas penampung hasil destilasi yang berisi dengan air sebanyak ± 50 ml dan di tambah indicator kanji 3 – 4 tetes.
3. Pasanglah buret yang berisi larutan iod 0.05 N di atas gelas penampung.
4. Tambahkan larutan iod ke dalam gelas piala setetes demi setetes sampai warna tetap biru. Ujung pendingin harus tetap tercelup pada air dalam gelas penerima.
5. Panaskan labu suling dan lakukan penyulingan.
6. Apabila warna biru berubah saat penyulingan, tambahkan larutan iod dari buret sampai biru kembali.
7. Kalau warna biru tidak berubah selama satu menit, maka penyulingan diakhiri ( dianggap selesai).
8. Catat jumlah larutan iod yang diperlukan untuk meningkatkan gas SO2 yang di bebaskan.
b. Penetapan natrium benzoate
Acara 1 :
Penetapan Na-Benzoat secara kuantitatif
Tujuan :
Menghitung kadar zat pengawet Na-Benzoat yang terdapat dalam suatu bahan.
Alat – alat :
- Neraca analitik
- Mortar
- Labu ukur
- Pipet ukur
- Corong dan kertas saring Whatman no. 4
- Gelas ukur
- Kertas pH
- Erlenmeyer
- Corong pemisah
- Gelas piala
- Buret
- Pipet tetes
Bahan – bahan :
- Contoh yang akan dianalisa (makanan dalam kaleng)
- Kloroform
- NaOH 10 %
- NaCl 30 %
- Air suling
- HCl (1 : 3)
- Alkohol (4 : 1)
- Naoh 0.5 N
- Indikator penolptalen
Urutan Kerja :
1. Masukkan 100 g contoh dalam bentuk cairan atau contoh padatan yang telah di haluskan dan kemudian di encerkan sampai 300 ml.
2. Tambahkan 10 ml NaOH 10% dan 10 ml NaCl 30%, kemudian tambah dengan air sampai volume 400 ml dan saring. Kemudian dikocok selama 2 jam dan biarkan.
3. Tambahkan air suling ke dalam labu takar sampai volumenya 500 ml kemudian saring dengan menggunakan kertas Whatman no. 4
4. Pipet 100 ml filtrate (hasil saringan) dalam botol pengocok, lalu netralkan dengan HCl (1 : 3) dan di test dengan kertas pH.
5. Tambahkan 50 ml kloroform dan kocok perlahan – lahan untuk menghindari terbentuknya emulsi.
6. Pindahkan ke dalam botol pemisah dan pisahkan larutannya. Kemudian ambil 25 ml cairan melalui kran (bagian bawah) dan masukkan ke dalam gelas piala. Diamkan beberapa waktu sampai kloroform menguap habis.
7. Larutkan residu dengan 50 ml alcohol (4 : 1), kemudian tambahkan air suling dan titrasi dengan larutan NaOH 0.05 N sampai pH tepat 0.1 atau warna merah jambu dengan menggunakan indicator pheenolpthale.
Perhitungan
1 ml NaOH 0.05 N = 0.0072 g natrium benzoate anhidrat.
c. Penentuan asam salisilat
Acara :
Penentuan asam salisilat secara kualitatif.
Tujuan :
Melakukan pengujian/analisa kualitatif asam salisilat yang terdapat dalam bahan makanan.
Alat – alat
- Erlenmeyer
- Gelas piala
- Pipet ukur
- Sendok porselin
- Penangas air
- Pemanas/lampu spiritus
- Cawan penguapan
Bahan – bahan :
- Bahan yang akan dianalisa (minuman ringan)
- Air suling
- Asam sulfat 4 N
- Larutan Ferriklorida
- Air brom
- Asam asetat
- Spiritus
Urutan kerja :
1. Larutkan 1 bagian contoh dalam 4 bagian air suling, aduk dan bila perlu disaring
2. Ambil kira – kira 50 – 100 ml larutan, kemudian diasamkan dengan asam sulfat encer (4 N)
3. Kemudian kocoklah 2 kali dengan 20 ml petroleum eter
4. Larutan yang telah tercampur baik tersebut, diuapkan eternya pada penangas air sampai potreleum eternya kering
5. Residu di larutkan dalam air dan setengah dari larutan yang di dapat dicampur dengan beberapa tetes larutan ferriklorida
6. Sisanya yang lain dicampurkan dengan air brom
7. Apabila terdapat asam salisilat dalam bahan (contoh) maka dengan ferriklorida akan menjadi berwarna violet yang tidak hilang pada penambahan dengan spiritus atau sedikit asam cuka/asetat
8. Pada penambahan dengan air brom terjadi endapan putih
d. Penentuan asam benzoate
Acara :
Penentuan asam benzoate secara kualitatif
Tujuan :
Melakukan pengujian kualitatif asam benzoate dalam suatu bahan (makanan/minuman)
Alat – alat :
- Gelas piala
- Erlenmeyer
- Corong gelas
- Pipet ukur
- Pemanas/lampu spiritus
- Oven
- Penangas air
- Termometer
Bahan – bahan :
- Bahan yang akan dianalisis
- Air suling
- Asam sulfat 4 N
- Petroleum eter
- Asam nitrat berasap (HNO3 65 %)
- H2SO4 pekat
- KNO3
- Amonia mendidih
- (NH4)2
- (NH4)2S
- Hidroksil amine-HCl
- Kertas saring
Urutan kerja :
1. Satu bagian contoh dilarutkan dalam 4 bagian air, diaduk dan bila perlu disaring.
2. Ambil kira – kira 50 – 100 ml larutan (filtrate) yang kemudian diasamkan dengan asam sulfat 4 N, dua kali dikocok berturut – turut dengan 20 ml dan 10 ml potreleum eter.
3. Larutan yang mengandung potreleum eter tersebut dipanaskan pada penangas air sampai habis menguap.
4. Residu yang tertinggal ditetesi dengan 10 tetes H2SO4 pekat atau dengan 1 tetes asam nitrat berasap (HNO3 65 %) juga dapat digunakan 50 ml KNO3.
5. Kemudian panaskan dengan oven sampai suhu 180 OC selama 3 menit.
6. Setelah dingin cairan dibuat alkalis dengan menambah ammonia dan kemudian di didihkan.
7. Setelah dingin diberi (NH4)2S atau 40 mg hidroksil amine-HCl.
8. Timbulnya warna merah coklat menunjukkan adanya asam benzoate.
e. Penetapan asam borat dan boraks
Acara :
Penetapan asam borat dan asam boraks
Tujuan :
Melakukan pengujian/analisa secara kuantitatif adanya zat pengawet boraks atau asam borat.
Alat – alat :
- Pipet ukur
- Penangas air
- Erlenmeyer
- Cawan pengabuan
- Batang pengaduk
- Pipet tetes
- Pipet volumetric
- Gelas piala
- Kertas saring
Bahan – bahan :
- Contoh yang dianalisa (susu dalam kaleng)
- Asam tumerat
- HCl
- NH4OH
- Air kapur (lime water)
- Air suling
- Kertas pH
Urutan kerja :
1. Buatlah kertas tumerat dari kertas saring yang dicelupkan dalam asam tumerat dan dikeringkan di udara.
2. Asamkan contoh yang akan dianalisa dengan HCL, dengan perbandingan 7 ml HCl dalam 100 ml contoh.
3. Celupkan kertas tumerat tadi ke dalam contoh yang telah diasamkan da diamkan kertas tersebut mongering di udara.
4. Jika terdapat boraks atau asam borat, maka kertas akan berwarna merah.
5. Penambahan NH4OH akan mengubah kertas tumerat tersebut menjadi hijau gelap. Penambahan dilakukan seperti pada HCl.
6. Bandingkan dengan perlakuan blanko.
2. Penetapan Zat Pemanis Buatan
Yang dimaksud dengan zat pemanis buatan adalah zat – zat selain gula yang digunakan untuk memberi atau menambah rasa manis dalam makanan dan minuman, contohnya sakarin, siklamat dan garam – garamnya.
Penambahan itu dilakukan dengan dosis/ukuran yang tertentu, karena dapat mengganggu kesehatan. Pada umumnya zat – zat tersebut termasuk senyawa aromatis serta berupa hablur tidak berwarna atau berwarna putih, tidak berbau atau berbau aromatic lemak, rasanya manis, larut dalam air, sukar larut dalam pelarut organic lemah.
Disamping itu masing – masing zat pemanis buatan mempunyai sifat yang berbeda dengan lainnya, seperti sakarin yang sukar larut dalam air dingin, tapi larut dalam air panas, larut dalam etanol, tapi sukar larut dalam kloroform. Sedangkan natrium siklamat sukar larut dalam etanol dan tidak larut sama selaki dalam kloroform dan dalam eter.
Penyimpanan zat pemanis buatan dilakukan dalam wadah yang tertutup rapat, karena mudah mengikat air yang ada di sekitarnya.
a. Penetapan sakarin
Acara 1 :
Pengujian sakarin secara kualitatif
Tujuan :
Menguji ada atau tidaknya sakarin sebagai zat pemanis buatan dalam makanan/minuman.
Alat – alat :
- Neraca analitik
- Pipet ukur
- Gelas piala
- Pemanas
- Pipet tetes
Bahan – bahan :
- Contoh makanan/minuman
- Larutan NaOH (1 : 20)
- Larutan HCl 13 %
- Larutan FeCl3 1 N
- Asam asetat 50 %
- KNO2 10 %
- Larutan CuSO4 1 %
- Air panas
- Petroleum eter
Urutan kerja 1a :
Dengan cara mengubah sakarin menjadi asam salisilat :
1. Masukkan 100 mg contoh ke dalam gelas piala
2. Larutkan dalam 5 ml larutan NaOH (1 : 20)
3. Uapkan sampai kering di atas api kecil dan kemudian didinginkan
4. Larutkan dalam 20 ml HCl 13 % ditambah setetes larutan FeCl3 1 N
5. Amatilah perubahan warna yang terjadi, apabila larutan berwarna violet berarti ada asam siklamat yang terbentuk dari sakarin
Urutan kerja 1b :
Dengan cara “Jorrissen test” :
1. Ambil 50 ml contoh, diasamkan dengan HCl, lalu diekstraksi
2. Hasil ekstraksi yang tidak mengandung petroleum eter dilarutkan dengan sedikit air panas
3. Setelah dingin, ambil 10 ml larutan dan ditambahkan 4 – 5 tetes KNO2 10 %, 4 – 5 tetes asam asetat 50 % dan 1 tetes CuSO4 1 %
4. Jika terdapat asam salisilat, larutan akan berubah menjadi warna merah
Acara 2a :
Penetapan kadar sakarin
Tujuan :
Menghitung jumlah kandungan sakarin sebagai zat pemanis buatan
Alat –alat :
- Neraca
- Oven
- Gelas ukur
- Buret
- Erlenmeyer
Bahan – bahan :
- Contoh yang akan dianalisa (makanan/minuman)
- Larutan NaOH 0.1 N
- Indikator phenolpthalen
Urutan kerja :
1. Ambillah sebanyak 0.3 g contoh yang telah dikeringkan pada suhu 105 OC selama 2 jam dan dilarutka dalam 75 ml air mendidih dan kemudian didinginkan.
2. Titrasi dengan larutan NaOH 0.1 N dengan 3 tetes indicator phenolpthalen.
Perhitungan :
Tiap ml NaOH 0.1 N setara dengan 18.32 mg sakarin
Catatan :
Untuk bahan – bahan yang berwarna perlu disaring terlebih dahulu sehingga penggunaan indicator phenolpthalen dapat terlihat dengan sempurna.
Acara 2b :
Penetapan kadar Na-sakarin
Tujuan :
Menghitung jumlah kandungan Na-sakarin sebagai zat pemanis buatan dalam suatu makanan atau minuman.
Alat – alat :
- Neraca analitik
- Oven
- Pipet ukur
- Buret
- Erlenmeyer
- Pipet tetes
Bahan – bahan :
- Contoh (makanan/minuman)
- Asam asetat glacial
- Asam perklorat 0.1 N
- Kristal violet
Urutan kerja :
1. Ambillah 0.3 g contoh yang telah di keringkan pada suhu 120 OC selama 4 jam yang kemudian di larutkan dalam 20 ml asam asetat glacial.
2. Titrasilah dengan asam perklorat 0.1 N dengan 2 tetes larutan kristal violet sebagai indicator, sehingga warna ungu larutan berubah menjadi biru kemudian hijau
3. Buatlah percobaan blanko (tanpa contoh)
Acara 3 :
Pengujian dulsin secara kualitatif
Tujuan
Menguji ada atau tidaknya dulsin sebagai zat pemanis buatan dalam makanan/minuman.
Alat – alat :
- Gelas piala
- Corong
- Erlenmeyer
- Gelas ukur
- Neraca
- Penangas air
Bahan – bahan :
- Contoh (makanan/minuman)
- Larutan H3PO4 25 %
- Kloroform
- Serbuk tragakan
- Larutan asam karbonat
- Larutan merkuri nitrat 1 -2 g HgO yang baru saja dicuci dengan air dan dilarutkan dalam NHO3, tambahkan larutan NaOH (konsentrasi tak penting) sehingga endapan yang terjadi tidak larut lagi, kemudian tambahkan air sampai volume 15 ml cairannya didekantasi dan dapat digunakan.
- PbO2 padat
Urutan kerja :
1. Contoh yang akan diuji dilarutkan dalam 4 bagian berat air dan bila perlu dilakukan penyaringan.
2. Ambillah 50 – 100 ml larutan diasamkan dengan larutan asam phosphate 25 % dan kocok dengan kloroform.
3. Tambahkan 5 – 10 g serbuk tragakan dan kocok kuat – kuat.
4. Tuangkan cairannya ke dalam gelas piala dan kemudian uapkan.
5. Sisa penguapan yang diperoleh dilarutkan dengan larutan asam karbonat encer dan kemudian disaring.
6. Filtratnya diuapkan sampai kering, suspensikan sisa penguapan 5 ml dan 4 tetes merkuri nitrat.
7. Panaskan 5 – 10 menit di atas penangas air dan tambahkan sedikit PbO2.
8. Amati perubahan warna yang terjadi, jika warna menjadi violet berarti ada dulsin.
Acara 4 :
Penetapan kadar natrium siklamat
Tujuan :
Menghitung jumlah kandungan natrium siklamat dalam suatu bahan makanan/minuman.
Alat – alat :
- Neraca
- Oven
- Pipet ukur
- Buret
- Erlenmeyer
Bahan – bahan :
- contoh makanan/minuman
- Asam asetat glacial
- Asam perkhlorat
- Larutan kristal violet
Urutan kerja :
1. Ambillah 0.3 g contoh yang sudah di keringkan pada suhu 120 OC selama 4 jam dan masukkan ke dalam Erlenmeyer.
2. Larutkan dengan 20 ml asam asetat glacial.
3. Lakukan titrasi dengan asam perkhlorat 0.1 N dan menggunakan 2 tetes kristal violet sebagai indicator.
Perhitungan :
1 ml asam perkhlorat 0.1 N setara dengan 20.12 mg natrium siklamat (C6H12NNaO3S)
3. Penetapan Zat Warna Tambahan
Yang dimaksud dengan zat warna tambahan dalam bahan makanan adalah zat warna yang bukan zat warna asli bahan makanan. Zat tersebut ditambah dalam makanan agar warna makanan lebih menarik. Zat warna tambahan disebut juga zar warna sintetis, sebagai contoh, amaranth, erythresine, saffranine dan lainnya.
Pada umumnya untuk mengetahui kandungan zat warna dalam bahan makanan/minuman dilakukan analisa secara kualitatif yang pada prinsipnya menguji larutan makanan dengan benang wool putih yang tidak berlemak. Setelah diketahui bahwa dalam makana/minuman terdapat bahan pewarna tambahan, dilanjutkan pengujian dengan larutan asam dan larutan basa. Sehingga dengan demikian dapat diketahui apakah zat warna tambahan dalam suatu makanan/minuman itu termasuk zat warna tambahan yang memenuhi persyaratan dalam makanan/minuman.
Untuk mengetahui kadar atau dosis zat warna tambahan yang digunakan jarang sekali dilakukan analisanya. Hal ini disebabkan karena penambahannya hanya sebagai bahan untuk memperindah atau menarik selera konsumen atau dengan kata lain penambahan tersebut dilakukan secukupnya saja sesuai dengan selera. Penambahan yang terlalu banyak akan mengakibatkan warna menjadi jelek dan mempengaruhi rasa. Analisa zat warna yang lebih teliti dilakukan secara khromatografi.
Acara :
Pengujian zat warna tambahan
Tujuan :
Mengetahui ada tidaknya zat warna yang ditambahkan dalam makanan/minuman.
Alat – alat :
- neraca analitik
- Gelas piala
- Gelas ukur
- Pemanas
- Pipet tetes
Bahan – bahan :
- Contoh makanan/minuman yang berwarna (jam, saus tomat, sirup, minuman ringan)
- Larutan KHSO3 10 %
- Larutan HCl pekat
- Larutan H2SO4 pekat
- Larutan NaOH 10 %
- Larutan NH4OH 10 %
- Benang wool putih yang tidak berlemak
Urutan kerja :
1. Masukkan ± 50 ml contoh ke dalam gelas piala dan tambahkan 5 ml larutan KHSO3 10 % dan masukkan pula ± 10 cm benang wool putih yang tidak berlemak.
2. Didihkan campuran tersebut selama 10 menit dan kemudian didinginkan.
3. Setelah dingin angkat benang wool dan cuci dengan air suling dan kemudian dikeringkan.
4. Amati warna yang terbentuk, apabila benanf wool berwarna, berarti ada zat warna tambahan.
5. Benang wool dipotong – potong dan potongan tersebut ditetesi dengan NH4OH 10 %. Jika berubah menjadi hijau kotor berarti menunjukkan adanya zat warna alam. Jika terbentuk warna lain, maka kemungkinan terdapat zat warna tambahan.
6. Ambil 3 potong benang wool lainnya yang masing – masing diuji dengan 1 – 2 tetes HCl pekat, H2SO4 pekat dan larutan NaOH 10 %.
7. Amati perubahan – perubahan warna yang terjadi pada setiap potong benang wool.
A. PENDAHULUAN
Bahan pengawet organik yang banyak digunakan yaitu asambenzoat, ester asam p-hidroksi benzoate, asam salisilat dan lain sebagainya. Sedangkan bahan pemanis sintetik yang banyak digunakan yaitu sakarin, dulsin dan siklamat.
Berikut adalah cara penetapan senywa – senyawa tersebut di atas dan pada umumnya hanya dilakukan analisa kualitatif saja.
Pereaksi
1. NaOH 10 % 9. Anisaldehid
2. HCl (1+3) 10. Petroleum eter
3. Eter 11. H2SO4 (1+3)
4. BaCl2 12. KMnO4 5 %
5. NaNO2 13. NaOH padat
6. NH3 14. KNO2 10 %
7. FeCl3 0.5 % 15. CuSO4 1 %
8. HNO3
Peralatan
1. Labu pemisah
2. Pinggan porselen
3. Pipet Mohr dan Volumetrik; 10 dan 25 ml
4. Penangas air
5. Buret 50 ml
6. Gelas ukur 10 dan 100 ml
7. Waring blender
Persiapan Sampel
a. Padatan atau semi padatan
1. Hancurkan 50 – 100 g bahan dengan 300 – 400 ml air dalam waring blender.
2. Tambahkan NaOH 10 % sampai larutan menjadi alkalis (basa)
3. Biarkan selama 2 jam, kemudian di saring
b. Cairan
1. Ambil 50 – 100 ml sample, tambahkan NaOH 10 % sampai alkalis
2. Saring dengan kapas. Jika sample berkadar gula tinggi, encerkansampai total padatan terlarut 10 – 15 %
Pengujian
Siklamat (sikloheksilsulfamat)
1. Tambahkan 2 g BaCl ke dalam 100 ml filtrate dari persiapan sample. Biarkan 2 menit, kemudian di saring.
2. Asam filtrate dengan 10 ml HCl dan tambahkan 0.2 g NaNO2. Terbentuknya endapan putih BaSO4 menunjukkan adanya sikloheksilsulfamat.
Benzoat, salisilat, sakarin, dulsin dan lainnya
1. Pipet 100 ml atau lebih filtrate dari persiapan sample, masukkan kedalam labu pemisah.
2. Tambahkan HCl (1+3) sampai asam (gunakan kertas litmus sebagai indikator). Tambahkan lagi 5 – 10 ml HCl (1+3).
3. Ekstrak dengan 75 – 100 ml eter. Jika perlu ekstrak kembali lapisan air dengan eter lagi.
4. Cuci ekstrak eter sebanyak 3 kali, masing – masing dengan 5 ml air. Masukkan ekstrak eter ke dalam pinggan porselin.
5. Uapkan eter dalam penangas air. Residu yang dihasilkan mengandung asam benzoat atau eternya, asam salisilat, sakarin, dulsin dan atau bahan terekstrak lainnya.
6. Larutkan residu yang diperoleh dalam air. Jika perlu panaskan sampai 80 – 85 OC selama 10 menit.
7. Larutan yang diperoleh di bagi 3 untuk pengujian selanjutnya (larutan A, B dan C).
a. Pengujian asam benzoat
1. Kedalam larutan A ditambahkan beberapa tetes NH3 sampai larutan menjadi basa.
2. Hilangkan kelebihan NH3 dengan penguapan
3. Larutkan kembali residu dengan air panas, saring bila diperlukan
4. Tambahkan beberapa tetes FeCl3 netral 0.5 %. Terbentuknya endapan Ferribenzoat yang berwarna salmon menunjukkan adanya asam benzoat.
b. Pengujian asam salisilat
Kedalam larutan B ditambahkan 1 tetes FeCl3 netral 0.5 %. Jika ada asam salisilat, maka larutan akan berwarna ungu.
c. Pengujian asam p-hidroksi benzoat dan esternya, sakarin dan atau dulsin
1. Tambahkan basa (NH3 atau NaOH) kedalam larutan C sampai menjadi alkali.
2. Ekstrak larutan dengan menggunakan eter dalam labu pemisah. Dari hasil ekstraksi ini akan diperoleh dua lapisan yaitu lapisan eter (D) dan lapisan air (E)
Pengujian Dulsin
1. Ekstrak eter (D) dibagi menjadi dua, tempatkan masing – masing ke dalam pinggan porselin. Uapkan eter diatas penangas air.
2. Pada pinggan porselin pertama, basahkan residu dengan HNO3 dan tambahkan 1 tetes air. Terbentuknya endapan jingga atau merah bata menunjukkan adanya Dulsin.
3. Kenakan gas HCl selama 5 menit kedalam residu kering pada pinggan kedua, kemudian tambahkan 1 tetes anisaldehid. Jika mengandung Dulsin akan terbentuk warna merah jingga sampai merah darah.
Pengujian Sakarin dan Asam p-Hidroksibenzoat
1. Lapisan air yang diperoleh (E) diasamkan, kemudian diekstrak dengan petroleum eter. Akan terbentuk dua lapisan. Lapisan air digunakan untuk pengujian sakarin dan asam p-Hidroksibenzoat.
2. Ekstrak lapisan air yang diperoleh dengan eter, uapkan eter dari ekstrak eter yang diperoleh.
3. Residu yang tinggal dirasakan masis atau tidak dengan indra pencipta, jika manis menunjukkan adanya sakarin (bila kadar sakarin yang ada 20 mg/kg contoh biasanya dapat di uji dengan cara ini).
4. Larutkan residu dalam 15 ml air. Larutan dibagi dua (larutan F 10 ml, dan larutan G 5 ml).
5. Untuk menguji adanya sakarin :
a. Kedalam 10 ml larutan F ditambahkan 2 ml H2SO4 encer (1+3). Panaskan sampai mendidih.
b. Tambahkan sedikit berlebih larutan KMnO4 % sampai terbentuk warna merah jambu yang persisten, dinginkan.
c. Tambahkan kurang lebih 1 g NaOH. Saring, masukkan filtrat ke dalam pinggan porselin. Uapkan sampai kering.
d. Panaskan pada 210 – 215 OC dalam tanur selama 20 menit. Larutkan residu dalam air.
e. Pindahkan larutan ke dalam labu pemisah, asamkan dan ekstrak dengan eter. Uapkan eter.
f. Larutkan residu dalam air. Tambahkan 1 tetes FeCl3 netral 0.5 %. Terbentuknya warna violet menandakan adanya asam salisilat yang dibentuk dari sakarin
6. Untuk menguji adanya asam p-Hidroksibenzoat :
a. Netralkan 5 ml larutan G dengan NH4.
b. Uji dengan pereaksi million. Terbentuknya warna merah mawar menunjukkan adanya asam p-Hidroksibenzoat.
B. NATRIUM BENZOAT : ANALISA KUANTITATIF
Prinsip
Dalam sample yang sudah dijenuhi oleh larutan NaCl, asam benzoate yang ada dalam sample diubah menjadi Natrium Benzoat yang larut air dengan penambahan NaOH.
Jika larutan Natrium Benzoat si asamkan dengan HCl berlebih, akan terbentuk asam benzoate yang larut dalam air yang dapat diekstrak dengan kloroform. Kloroform dapat di hilangkan dengan penguapan, residu yang mengandung asam benzoate dilarutkan dalam alcohol dan dititrasi dengan NaOH standart.
Pereaksi
1. NaCl
2. NaOH 10 %
3. HCl (1+3)
4. Khloroform
5. NaOH 0.05 N
Peralatan
1. Labu takar 500 ml dan 250 ml
2. Labu pemisah 500 ml
3. Buret
Cara kerja
Persiapan sampel
Prosedur Umum
1. Homogenkan sampel, jika padatan atau semi padatan harus digiling terlebih dahulu. Pindahkan 100 g sampel ke dalam labu takar 500 ml.
2. Tambahkan NaCl powder dalam jumlah yang cukup untuk menjenuhkan air yang ada dalam sampel, kemudian buat alkali dengan penambahan larutan NaOH 10 % (periksa dengan kertas litmus).
3. Encerkan sampai tanda tera dengan larutan NaCl jenuh. Kocok merata.
4. Biarkan sedikitnya 2 jam dengan pengocokan berkali – kali secara berkala. Lebih disukai bila dibiarkan semalaman. Saring dengan kertas Whatman No. 4.
5. Jika sampel mengandung banyak lemak yang dapat mengkontaminasi filtrate, tambahkan beberapa ml larutan NaOH ke dalam filtrate, kemudian ekstrak dengan eter sebelum penetapan selanjutnya.
6. Jika sampel mengandung alcohol, perlakuan seperti mempersiapkan sampel cider.
Sampel Saus Tomat
1. Ke dalam 100 g sampel ditambahkan 15 g NaCl dan pindahkan campuran ke dalam labu takar 500 ml, cuci wadah semula dengan lebih kurang 150 ml larutan NaCl januh.
2. Tambahkan NaOH 10 % sampai alkali, kemudian tepatkan sampai tanda tera dengan larutan NaCl jenuh. Biarkan selama sedikitnya 2 jam, kocok setiap selang waktu tertentu, sentrifusa jika perlu, kemudian saring.
“Cider” yang Mengandung Alkohol dan Produk Sejenisnya
1. Ke dalam 250 ml sampel tambvahkan NaOH 10 % sampai alkalis, uapkan pada penangas uap sampai volume larutan menjadi 100 ml.
2. Pindahkan sampel ke dalam labu takar 250 ml, tambahkan 30 g NaCl, kocok sampai larut.
3. Tepatkan sampai tanda tera dengan larutan NaCl jenuh. Biarkan sedikitnya selama 2 jam, kocok secara teratur dan kemudian di saring.
“Jellies”, “Jam”, “Preserves”, dan “Marmalades”
1. Campurkan 100 – 150 g sampel dengan 300 ml larutan NaCl jenuh. Tambahkan 15 g NaCl dan buat larutan menjadi alkali dengan NaOH 10 %.
2. Pindahkan ke dalam labu takar 500 ml dan encerkan sampai tanda tera dengan larutan NaCl jenuh.
3. Biarkan sedikitnya selama 2 jam, kocok teratur, sentrifusa bila perlu dan kemudian disaring.
Penetapan Sampel
1. Pipet 100 ml atau secukupnya (bisa lebih asal tepat) filtrate sampel, masukkan ke dalam labu pemisah. Netralkan dengan penambahan HCl encer (1+3) dan tambahkan lagi 5 ml HCl (sesudah netral)
2. Ekstrak dengan menggunakan kloroform beberapa kali dengan volume kloroform berturut – turut 70, 50, 40 dan 30 ml. untuk mencegah pembentukan emulsi, goyang – goyang secara kontinu setiap kali ekstraksi dengan gerakan rotasi. Lapisan kloroform biasanya memisah dengan mudah sesudah di biarkan beberapa menit.
3. Jika terbentuk emulsi, hilangkan dengan mengocok lapisan kloroform menggunakan gelas pengaduk atau dengan memindahkan dan memisahkan emulsi dengan menggunakan labu pemisah lain atau dengan sentrifusa beberapa menit.
4. Setiap kali ekstraksi selesai, ambil bagian jernih kloroform sebanyak mungkin, usahakan jangan tercampur dengan emulsi. Jika lapisan kloroform yang diperoleh kurang jernih, maka perlu dicuci dengan aquades sampai jernih.
5. Pindahkan seluruh ekstrak kloroform yang di peroleh ke dalam Erlenmeyer 250 ml yang kering, cuci labu pemisah (tempat ekstrak kloroform) dengan 5 – 10 kloroform.
6. Destilasi dengan lambat pada suhu rendah sampai volume ekstrak seperempat dari volume semula. Kemudian uapkan sampai kering pada suhu kamar di atas penangas air sampai tinggal beberapa tetes cairan saja yang tinggal.
7. Keringkan residu semalaman (atau sampai bau asam asetat hilang jika sampelnya adalah saus tomat) dalam desikator yang berisi H2SO4 pekat.
8. Larutan residu asam benzoat dalam 50 ml alkohol netral (cek dengan fenolftalen), tambahkan 12 – 15 ml air dan 1 atau 2 tetes indicator fenolftalen dan titrasi dengan NaOH 0.05 N.
Perhitungan
(1 ml NaOH 0.05 N = 0.0072 g sodium benzoate anhidrat)
Volume larutan
Titer x N NaOH x 144 x yang dibuat pada x 106
ppm sodium persiapan sampel
benzoat an =
hidrat Volume yang diambil x berat sampel x 1000
untuk penetapan
C. ZAT WARNA SINTETIS
Prinsip
Serat wool digunakan untuk analisis zat warna, karena sifatnya yang dapat mengabsorpsi zat warna baik yang asam maupun yang basa. Serat wool dan sutra mengandung protein amfoter yang mempunyai afinitas terhadap asam maupun basa dengan membentuk garam. Dengan mengamati perubahan warna dari benang wool yang telah dicelupkan dalam berbagai pereaksi, jenis zat warna dapat di tentukan.
Pereksi
1. HCl encer (1 + 9)
2. NaOH 10 %
3. HCl pekat
4. H2SO4 pekat
5. NH4OH 12 %
Peralatan
1. Gelas piala
2. Lempeng tetes
3. Pipet tetes
Cara Kerja
1. 30 – 50 ml sampel cairan diasamkan dengan larutan HCl encer. Jika padatan, campur 25 g sampel dengan air dan kemudian homogenkan baru diambil 30 – 50 ml seperti di atas.
2. Masukkan benang wool (± 20 cm) ke dalam larutan, didihkan selama 30 menit.
3. Benang wool di angkat, cuci dengan air dingin.
4. Keringkan, di potong menjadi empat bagian.
5. Tempatkan keempat potongan benang wool di atas lempeng tetes (atau masing – masing potongan dalam satu gelas piala kecil), kemudian masing – masing potongan ditetesi dengan NaOH 10 %, HCl pekat, NH4OH 12 % dan H2SO4 pekat.
6. Amati perubahan warna yang terjadi, bandingkan dengan standart daftar warna.
(Penuntun PratikAnalisis Pangan 1988)
PENETAPAN ZAT TAMBAHAN DALAM MAKANAN
Bahan kimia yang sering di tambahkan , seperti asam benzoat, natrium benzoate, gas belerang dioksida atau kalium metabisulfit sebagai sumber SO2, salisilat, asam borat, formaldehida, garam dapur (NaCl) dan gula.
1. Penetapan Zat Pengawet
a. Penetapan belerang dioksida
Acara 1 :
Penetapan belerang dioksida (SO2)
Tujuan :
Menghitung jumlah belerang dioksida dengan metoda penyulingan – SO2 total.
Alat – alat :
- Alat penyuling
- Gelas piala
- Buret
- Erlenmeyer
- Pembakar gas Bunsen
- Pipet ukur
- Penyambung alat penyuling
- Pipet tetes
Bahan – bahan :
- Sari buah, anggur, minuman
- HCl pekat (35 – 37 %)
- Standart iod 0.05 N
- Larutan amilum/pati 0.5 %
Urutan Kerja :
1. Masukkan 25 – 50 ml sampel yang akan dianalisa ke dalam tabung destilasi, tambah dengan 20 ml HCl.
2. Pasanglah alat destilasi dan gelas penampung hasil destilasi yang berisi dengan air sebanyak ± 50 ml dan di tambah indicator kanji 3 – 4 tetes.
3. Pasanglah buret yang berisi larutan iod 0.05 N di atas gelas penampung.
4. Tambahkan larutan iod ke dalam gelas piala setetes demi setetes sampai warna tetap biru. Ujung pendingin harus tetap tercelup pada air dalam gelas penerima.
5. Panaskan labu suling dan lakukan penyulingan.
6. Apabila warna biru berubah saat penyulingan, tambahkan larutan iod dari buret sampai biru kembali.
7. Kalau warna biru tidak berubah selama satu menit, maka penyulingan diakhiri ( dianggap selesai).
8. Catat jumlah larutan iod yang diperlukan untuk meningkatkan gas SO2 yang di bebaskan.
b. Penetapan natrium benzoate
Acara 1 :
Penetapan Na-Benzoat secara kuantitatif
Tujuan :
Menghitung kadar zat pengawet Na-Benzoat yang terdapat dalam suatu bahan.
Alat – alat :
- Neraca analitik
- Mortar
- Labu ukur
- Pipet ukur
- Corong dan kertas saring Whatman no. 4
- Gelas ukur
- Kertas pH
- Erlenmeyer
- Corong pemisah
- Gelas piala
- Buret
- Pipet tetes
Bahan – bahan :
- Contoh yang akan dianalisa (makanan dalam kaleng)
- Kloroform
- NaOH 10 %
- NaCl 30 %
- Air suling
- HCl (1 : 3)
- Alkohol (4 : 1)
- Naoh 0.5 N
- Indikator penolptalen
Urutan Kerja :
1. Masukkan 100 g contoh dalam bentuk cairan atau contoh padatan yang telah di haluskan dan kemudian di encerkan sampai 300 ml.
2. Tambahkan 10 ml NaOH 10% dan 10 ml NaCl 30%, kemudian tambah dengan air sampai volume 400 ml dan saring. Kemudian dikocok selama 2 jam dan biarkan.
3. Tambahkan air suling ke dalam labu takar sampai volumenya 500 ml kemudian saring dengan menggunakan kertas Whatman no. 4
4. Pipet 100 ml filtrate (hasil saringan) dalam botol pengocok, lalu netralkan dengan HCl (1 : 3) dan di test dengan kertas pH.
5. Tambahkan 50 ml kloroform dan kocok perlahan – lahan untuk menghindari terbentuknya emulsi.
6. Pindahkan ke dalam botol pemisah dan pisahkan larutannya. Kemudian ambil 25 ml cairan melalui kran (bagian bawah) dan masukkan ke dalam gelas piala. Diamkan beberapa waktu sampai kloroform menguap habis.
7. Larutkan residu dengan 50 ml alcohol (4 : 1), kemudian tambahkan air suling dan titrasi dengan larutan NaOH 0.05 N sampai pH tepat 0.1 atau warna merah jambu dengan menggunakan indicator pheenolpthale.
Perhitungan
1 ml NaOH 0.05 N = 0.0072 g natrium benzoate anhidrat.
c. Penentuan asam salisilat
Acara :
Penentuan asam salisilat secara kualitatif.
Tujuan :
Melakukan pengujian/analisa kualitatif asam salisilat yang terdapat dalam bahan makanan.
Alat – alat
- Erlenmeyer
- Gelas piala
- Pipet ukur
- Sendok porselin
- Penangas air
- Pemanas/lampu spiritus
- Cawan penguapan
Bahan – bahan :
- Bahan yang akan dianalisa (minuman ringan)
- Air suling
- Asam sulfat 4 N
- Larutan Ferriklorida
- Air brom
- Asam asetat
- Spiritus
Urutan kerja :
1. Larutkan 1 bagian contoh dalam 4 bagian air suling, aduk dan bila perlu disaring
2. Ambil kira – kira 50 – 100 ml larutan, kemudian diasamkan dengan asam sulfat encer (4 N)
3. Kemudian kocoklah 2 kali dengan 20 ml petroleum eter
4. Larutan yang telah tercampur baik tersebut, diuapkan eternya pada penangas air sampai potreleum eternya kering
5. Residu di larutkan dalam air dan setengah dari larutan yang di dapat dicampur dengan beberapa tetes larutan ferriklorida
6. Sisanya yang lain dicampurkan dengan air brom
7. Apabila terdapat asam salisilat dalam bahan (contoh) maka dengan ferriklorida akan menjadi berwarna violet yang tidak hilang pada penambahan dengan spiritus atau sedikit asam cuka/asetat
8. Pada penambahan dengan air brom terjadi endapan putih
d. Penentuan asam benzoate
Acara :
Penentuan asam benzoate secara kualitatif
Tujuan :
Melakukan pengujian kualitatif asam benzoate dalam suatu bahan (makanan/minuman)
Alat – alat :
- Gelas piala
- Erlenmeyer
- Corong gelas
- Pipet ukur
- Pemanas/lampu spiritus
- Oven
- Penangas air
- Termometer
Bahan – bahan :
- Bahan yang akan dianalisis
- Air suling
- Asam sulfat 4 N
- Petroleum eter
- Asam nitrat berasap (HNO3 65 %)
- H2SO4 pekat
- KNO3
- Amonia mendidih
- (NH4)2
- (NH4)2S
- Hidroksil amine-HCl
- Kertas saring
Urutan kerja :
1. Satu bagian contoh dilarutkan dalam 4 bagian air, diaduk dan bila perlu disaring.
2. Ambil kira – kira 50 – 100 ml larutan (filtrate) yang kemudian diasamkan dengan asam sulfat 4 N, dua kali dikocok berturut – turut dengan 20 ml dan 10 ml potreleum eter.
3. Larutan yang mengandung potreleum eter tersebut dipanaskan pada penangas air sampai habis menguap.
4. Residu yang tertinggal ditetesi dengan 10 tetes H2SO4 pekat atau dengan 1 tetes asam nitrat berasap (HNO3 65 %) juga dapat digunakan 50 ml KNO3.
5. Kemudian panaskan dengan oven sampai suhu 180 OC selama 3 menit.
6. Setelah dingin cairan dibuat alkalis dengan menambah ammonia dan kemudian di didihkan.
7. Setelah dingin diberi (NH4)2S atau 40 mg hidroksil amine-HCl.
8. Timbulnya warna merah coklat menunjukkan adanya asam benzoate.
e. Penetapan asam borat dan boraks
Acara :
Penetapan asam borat dan asam boraks
Tujuan :
Melakukan pengujian/analisa secara kuantitatif adanya zat pengawet boraks atau asam borat.
Alat – alat :
- Pipet ukur
- Penangas air
- Erlenmeyer
- Cawan pengabuan
- Batang pengaduk
- Pipet tetes
- Pipet volumetric
- Gelas piala
- Kertas saring
Bahan – bahan :
- Contoh yang dianalisa (susu dalam kaleng)
- Asam tumerat
- HCl
- NH4OH
- Air kapur (lime water)
- Air suling
- Kertas pH
Urutan kerja :
1. Buatlah kertas tumerat dari kertas saring yang dicelupkan dalam asam tumerat dan dikeringkan di udara.
2. Asamkan contoh yang akan dianalisa dengan HCL, dengan perbandingan 7 ml HCl dalam 100 ml contoh.
3. Celupkan kertas tumerat tadi ke dalam contoh yang telah diasamkan da diamkan kertas tersebut mongering di udara.
4. Jika terdapat boraks atau asam borat, maka kertas akan berwarna merah.
5. Penambahan NH4OH akan mengubah kertas tumerat tersebut menjadi hijau gelap. Penambahan dilakukan seperti pada HCl.
6. Bandingkan dengan perlakuan blanko.
2. Penetapan Zat Pemanis Buatan
Yang dimaksud dengan zat pemanis buatan adalah zat – zat selain gula yang digunakan untuk memberi atau menambah rasa manis dalam makanan dan minuman, contohnya sakarin, siklamat dan garam – garamnya.
Penambahan itu dilakukan dengan dosis/ukuran yang tertentu, karena dapat mengganggu kesehatan. Pada umumnya zat – zat tersebut termasuk senyawa aromatis serta berupa hablur tidak berwarna atau berwarna putih, tidak berbau atau berbau aromatic lemak, rasanya manis, larut dalam air, sukar larut dalam pelarut organic lemah.
Disamping itu masing – masing zat pemanis buatan mempunyai sifat yang berbeda dengan lainnya, seperti sakarin yang sukar larut dalam air dingin, tapi larut dalam air panas, larut dalam etanol, tapi sukar larut dalam kloroform. Sedangkan natrium siklamat sukar larut dalam etanol dan tidak larut sama selaki dalam kloroform dan dalam eter.
Penyimpanan zat pemanis buatan dilakukan dalam wadah yang tertutup rapat, karena mudah mengikat air yang ada di sekitarnya.
a. Penetapan sakarin
Acara 1 :
Pengujian sakarin secara kualitatif
Tujuan :
Menguji ada atau tidaknya sakarin sebagai zat pemanis buatan dalam makanan/minuman.
Alat – alat :
- Neraca analitik
- Pipet ukur
- Gelas piala
- Pemanas
- Pipet tetes
Bahan – bahan :
- Contoh makanan/minuman
- Larutan NaOH (1 : 20)
- Larutan HCl 13 %
- Larutan FeCl3 1 N
- Asam asetat 50 %
- KNO2 10 %
- Larutan CuSO4 1 %
- Air panas
- Petroleum eter
Urutan kerja 1a :
Dengan cara mengubah sakarin menjadi asam salisilat :
1. Masukkan 100 mg contoh ke dalam gelas piala
2. Larutkan dalam 5 ml larutan NaOH (1 : 20)
3. Uapkan sampai kering di atas api kecil dan kemudian didinginkan
4. Larutkan dalam 20 ml HCl 13 % ditambah setetes larutan FeCl3 1 N
5. Amatilah perubahan warna yang terjadi, apabila larutan berwarna violet berarti ada asam siklamat yang terbentuk dari sakarin
Urutan kerja 1b :
Dengan cara “Jorrissen test” :
1. Ambil 50 ml contoh, diasamkan dengan HCl, lalu diekstraksi
2. Hasil ekstraksi yang tidak mengandung petroleum eter dilarutkan dengan sedikit air panas
3. Setelah dingin, ambil 10 ml larutan dan ditambahkan 4 – 5 tetes KNO2 10 %, 4 – 5 tetes asam asetat 50 % dan 1 tetes CuSO4 1 %
4. Jika terdapat asam salisilat, larutan akan berubah menjadi warna merah
Acara 2a :
Penetapan kadar sakarin
Tujuan :
Menghitung jumlah kandungan sakarin sebagai zat pemanis buatan
Alat –alat :
- Neraca
- Oven
- Gelas ukur
- Buret
- Erlenmeyer
Bahan – bahan :
- Contoh yang akan dianalisa (makanan/minuman)
- Larutan NaOH 0.1 N
- Indikator phenolpthalen
Urutan kerja :
1. Ambillah sebanyak 0.3 g contoh yang telah dikeringkan pada suhu 105 OC selama 2 jam dan dilarutka dalam 75 ml air mendidih dan kemudian didinginkan.
2. Titrasi dengan larutan NaOH 0.1 N dengan 3 tetes indicator phenolpthalen.
Perhitungan :
Tiap ml NaOH 0.1 N setara dengan 18.32 mg sakarin
Catatan :
Untuk bahan – bahan yang berwarna perlu disaring terlebih dahulu sehingga penggunaan indicator phenolpthalen dapat terlihat dengan sempurna.
Acara 2b :
Penetapan kadar Na-sakarin
Tujuan :
Menghitung jumlah kandungan Na-sakarin sebagai zat pemanis buatan dalam suatu makanan atau minuman.
Alat – alat :
- Neraca analitik
- Oven
- Pipet ukur
- Buret
- Erlenmeyer
- Pipet tetes
Bahan – bahan :
- Contoh (makanan/minuman)
- Asam asetat glacial
- Asam perklorat 0.1 N
- Kristal violet
Urutan kerja :
1. Ambillah 0.3 g contoh yang telah di keringkan pada suhu 120 OC selama 4 jam yang kemudian di larutkan dalam 20 ml asam asetat glacial.
2. Titrasilah dengan asam perklorat 0.1 N dengan 2 tetes larutan kristal violet sebagai indicator, sehingga warna ungu larutan berubah menjadi biru kemudian hijau
3. Buatlah percobaan blanko (tanpa contoh)
Acara 3 :
Pengujian dulsin secara kualitatif
Tujuan
Menguji ada atau tidaknya dulsin sebagai zat pemanis buatan dalam makanan/minuman.
Alat – alat :
- Gelas piala
- Corong
- Erlenmeyer
- Gelas ukur
- Neraca
- Penangas air
Bahan – bahan :
- Contoh (makanan/minuman)
- Larutan H3PO4 25 %
- Kloroform
- Serbuk tragakan
- Larutan asam karbonat
- Larutan merkuri nitrat 1 -2 g HgO yang baru saja dicuci dengan air dan dilarutkan dalam NHO3, tambahkan larutan NaOH (konsentrasi tak penting) sehingga endapan yang terjadi tidak larut lagi, kemudian tambahkan air sampai volume 15 ml cairannya didekantasi dan dapat digunakan.
- PbO2 padat
Urutan kerja :
1. Contoh yang akan diuji dilarutkan dalam 4 bagian berat air dan bila perlu dilakukan penyaringan.
2. Ambillah 50 – 100 ml larutan diasamkan dengan larutan asam phosphate 25 % dan kocok dengan kloroform.
3. Tambahkan 5 – 10 g serbuk tragakan dan kocok kuat – kuat.
4. Tuangkan cairannya ke dalam gelas piala dan kemudian uapkan.
5. Sisa penguapan yang diperoleh dilarutkan dengan larutan asam karbonat encer dan kemudian disaring.
6. Filtratnya diuapkan sampai kering, suspensikan sisa penguapan 5 ml dan 4 tetes merkuri nitrat.
7. Panaskan 5 – 10 menit di atas penangas air dan tambahkan sedikit PbO2.
8. Amati perubahan warna yang terjadi, jika warna menjadi violet berarti ada dulsin.
Acara 4 :
Penetapan kadar natrium siklamat
Tujuan :
Menghitung jumlah kandungan natrium siklamat dalam suatu bahan makanan/minuman.
Alat – alat :
- Neraca
- Oven
- Pipet ukur
- Buret
- Erlenmeyer
Bahan – bahan :
- contoh makanan/minuman
- Asam asetat glacial
- Asam perkhlorat
- Larutan kristal violet
Urutan kerja :
1. Ambillah 0.3 g contoh yang sudah di keringkan pada suhu 120 OC selama 4 jam dan masukkan ke dalam Erlenmeyer.
2. Larutkan dengan 20 ml asam asetat glacial.
3. Lakukan titrasi dengan asam perkhlorat 0.1 N dan menggunakan 2 tetes kristal violet sebagai indicator.
Perhitungan :
1 ml asam perkhlorat 0.1 N setara dengan 20.12 mg natrium siklamat (C6H12NNaO3S)
3. Penetapan Zat Warna Tambahan
Yang dimaksud dengan zat warna tambahan dalam bahan makanan adalah zat warna yang bukan zat warna asli bahan makanan. Zat tersebut ditambah dalam makanan agar warna makanan lebih menarik. Zat warna tambahan disebut juga zar warna sintetis, sebagai contoh, amaranth, erythresine, saffranine dan lainnya.
Pada umumnya untuk mengetahui kandungan zat warna dalam bahan makanan/minuman dilakukan analisa secara kualitatif yang pada prinsipnya menguji larutan makanan dengan benang wool putih yang tidak berlemak. Setelah diketahui bahwa dalam makana/minuman terdapat bahan pewarna tambahan, dilanjutkan pengujian dengan larutan asam dan larutan basa. Sehingga dengan demikian dapat diketahui apakah zat warna tambahan dalam suatu makanan/minuman itu termasuk zat warna tambahan yang memenuhi persyaratan dalam makanan/minuman.
Untuk mengetahui kadar atau dosis zat warna tambahan yang digunakan jarang sekali dilakukan analisanya. Hal ini disebabkan karena penambahannya hanya sebagai bahan untuk memperindah atau menarik selera konsumen atau dengan kata lain penambahan tersebut dilakukan secukupnya saja sesuai dengan selera. Penambahan yang terlalu banyak akan mengakibatkan warna menjadi jelek dan mempengaruhi rasa. Analisa zat warna yang lebih teliti dilakukan secara khromatografi.
Acara :
Pengujian zat warna tambahan
Tujuan :
Mengetahui ada tidaknya zat warna yang ditambahkan dalam makanan/minuman.
Alat – alat :
- neraca analitik
- Gelas piala
- Gelas ukur
- Pemanas
- Pipet tetes
Bahan – bahan :
- Contoh makanan/minuman yang berwarna (jam, saus tomat, sirup, minuman ringan)
- Larutan KHSO3 10 %
- Larutan HCl pekat
- Larutan H2SO4 pekat
- Larutan NaOH 10 %
- Larutan NH4OH 10 %
- Benang wool putih yang tidak berlemak
Urutan kerja :
1. Masukkan ± 50 ml contoh ke dalam gelas piala dan tambahkan 5 ml larutan KHSO3 10 % dan masukkan pula ± 10 cm benang wool putih yang tidak berlemak.
2. Didihkan campuran tersebut selama 10 menit dan kemudian didinginkan.
3. Setelah dingin angkat benang wool dan cuci dengan air suling dan kemudian dikeringkan.
4. Amati warna yang terbentuk, apabila benanf wool berwarna, berarti ada zat warna tambahan.
5. Benang wool dipotong – potong dan potongan tersebut ditetesi dengan NH4OH 10 %. Jika berubah menjadi hijau kotor berarti menunjukkan adanya zat warna alam. Jika terbentuk warna lain, maka kemungkinan terdapat zat warna tambahan.
6. Ambil 3 potong benang wool lainnya yang masing – masing diuji dengan 1 – 2 tetes HCl pekat, H2SO4 pekat dan larutan NaOH 10 %.
7. Amati perubahan – perubahan warna yang terjadi pada setiap potong benang wool.
ZAT ADITIF PADA MAKANAN
A. PENGERTIAN ZAT ADITIF
Zat aditif pada makanan atau disebut juga bahan tambahan makanan menurut pengertian dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingreditas (komposisi) khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatannya, dan untuk menghasilkan dan mempengaruhi sifat khas makanan tersebut. Zat aditif pada makanan tersebut tidak boleh digunakan untuk menutupi kerusakan dari makanan.
B. FUNGSI ZAT ADITIF
Zat aditif yang ditambahkan pada makanan bukanlah masalah baru. Sejak zaman prasejarah, menusia telah menggunakan garam untuk mengawetkan ikan dan daging. Rempah – rempah sudah digunakan pada masa Mesopotamia Purba sebagai bumbu dan pengharum makanan. Peralihan masyarakat agraris menjadi masyarakat industri serta semakin meningkatnya proses urbanisasi telah meningkatkan penggunaan zat aditif pada makanan.
Pada zaman modern dewasa ini, kompetisi pemasaran menyebabkan kalangan industri memakai lebih banyak zat aditif agar produk makanan mereka lebih lezat dan lebih menarik. Disamping zat aditif yang memang perlu ditambahkan untuk meningkatkan nilai gizi makanan, biasanya lebih banyak lagi zat aditif yang tidak mengandung nilai gizi. Zat yang disebut terakhir ini meliputi zat pewarna, zat penyedap, zat pemanis, zat pengharum dan zat pengawet. Karena zat aditif sangat banyak, orang sering memperingatkan agar kita berhati – hati dengan “makanan yang mengandung zat kimia”. Sudah tentu pemikiran tersebut agak lucu, sebab makanan sendiri adalah zat kimia. Yang perlu diperhatikan adalah beberapa zat kimia tertentu dalam makanan yang mungkin membahayakan kesehatan kita.
Tidak dapat disangkal bahwa zat aditif banyak yangmenguntungkan dan berguna bagi kesehatan. Untuk mencegah penyakit gondok, tubuh kita perlu iodine yang cukup sehingga garam dapur (NaCl) perlu ditambahi kalium iodide (Kl) atau kalium iodat (KlO3).
Jika kita banyak memakan bahan segar dari alam, mungkin tubuh kita tidak memerlukan vitamin tambahan. Akan tetapi, pada zaman modern ini makin banyak makanan yang diproses oleh pabrik dan pengolahannya sering mengurangi vitamin yang dikandung makanan tersebut. Oleh karena itu, pada makanan produk industri perlu ditambahkan vitamin tertentu. Misalnya, vitamin A ditambahkan pada margarin, vitamin B1 pada beras, vitamin C pada minuman botol dan vitamin D pada susu.
C. JENIS – JENIS ZAT ADITIF SERTA BAHAYA DAN KERUGIANNYA
Untuk zat aditif alami (dari alam) tidak banyak menimbulkan bahaya bagi kesehatan, sedangkan untuk zat aditif sintetis sering menimbulkan resiko bagi kesehatan.
1. Pemakaian Penyedap Rasa
Penyedap rasa yang umum digunakan adalah Vetcin atau Mono Sodium Glutamat (MSG) merupakan garam dari asam glutamat yang merupakan asam amino yang sering terdapat pada hasil fermentasi pembuatan kecap. MSG dibuat dari hasil fermentasi tetes tebu (karbohidrat) dengan bantuan bakteri Micrococcus Glutamicus. Dalam jumlah yang wajar tidak menimbulkan risiko, tetapi jika dalam jumlah yang berlebih MSG dapat menimbulkan gejala “Chinese Restaurant Syndrome” yaitu gejala dengan adanya rasa haus, sesak nafas, letih atau sakit kepala. Di Negara maju MSG masih dipertentangkan, hanya tidak boleh untuk makanan bayi dibawah 3 bulan.
2. Pemakaian Pemanis Sintetis
Untuk mencegah kegemukan, kini banyak dipakai pemanis yang tidak berkalori sebagai pengganti gula. Pemanis yang paling banyak digunakan dalam makanan dan obat – obatan adalah sakarin yang manisnya 500 kali gula dan natrium siklamat yang manisnya 50 kali gula. Akan tetapi, sejak dasawarsa 1970-an badan FDA di Amerika Serikat telah melarang penggunaan natrium siklamat yang dicurigai sebagai penyebab kanker.
Pada permen, kini banyak digunakan sorbitol, yaitu suatu senyawa polihidroksi yang mengandung kalori sama dengan gula. Dibandingkan gula, keunggulannya adalah tidak terurai dalam mulut sehingga tidak merusak gigi. Akan tetapi, pemakaian sorbitol yang terlalu banyak dapat menimbulkan diare
Tingkat kemanisan aspartan 200 kali gula. Banyak digunakan untuk mengganti gula pada penderita diabetes dan yang melakukan diet.
3. Pemakaian Pewarna
Zat pewarna dimaksudkan untuk membuat makan lebih menarik sehingga diharapkan nafsu makan bertambah dan dari segi bisnis makanan semakin laris. Zat pewarna yang diperoleh dari nabati (tumbuhan) umumnya tidak menimbulkan efek samping, misalnya warna merah dari tomat, kuning dari kunyit, oranye dari wortel, hijau dari daun suji atau pandan dan lain sebagainya. Ada juga zat warna yang berfungsi sebagai vitamin tambahan, misalnya β – karoten dari wortel yang dipakai untuk mewarnai mentega atau margarine. Tubuh kita akan mengubah β - karoten menjadi vitamin A. akan tetapi, kebanyakan zat warna hanya berfungsi untuk estetika dan tidak mengandung nilai gizi.
Dalam bidang industri kini makin banyak dipakai zat pewarna sintetik, karena zat pewarna alami mudah memudar dan kurang cemerlang warnanya. Sudah tentu zat – zat sintetik ini tidak boleh membahayakan kesehatan. Di Amerika Serikat, badan FDA ( Food and Drug Administration) telah melarang pemakaian beberapa zat pewarna makanan yang terbukti bersifat karsinogen (penyebab kanker).
Pewarna yang dugunakan oleh Depkes RI dikelompokkan :
a. Pewarna alami : β – karoten, khlorophyl, kurkumin, caramel.
b. Pewarna sintetis : tartazin, karmoisin, biru berlian, teritrosin,
indigotin, sunset yellow FCF, hijau FCF, poncean 4R dan lain sebagainya.
Pewarna sintetis yang diizinkan jika digunakan dalam jumlah wajar, tidak menimbulkan risiko. Tetapi ada beberapa pewarna sintetis dalam jumlah berlebih akan menyebabkan kanker kandung kemih dan kelainan pada ginjal.
Pewarna yang dilarang Depkes RI adalah pewarna sintetis untuk tekstil, tetapi disalah gunakan (dipakai untuk makanan). Misalnya rhodamin B, auramin, magneta dan lainnya yang banyak dipakai pada terasi, sirup atau makanan tanpa izin Depkes RI. Pewarna ini berbahaya dan akan terakumulasi pada tubuh dan menyebabkan kerusakan pada ginjal, kandung kemih dan kanker.
4. Pemakaian Pengawet
Penambahan zat pengawet pada makanan bertujuan untuk menghambat pertumbuhan jamur atau bakteri serta untuk memperlambat oksidasi yang dapat merusak makanan. Makanan produk industri yang menggunakan minyak tumbuhan atau lemak hewan sangat perlu ditambahi zat pengawet.
Untuk mencegah pertumbuhan jamur dan bakteri, zat pengawet yang banyak dipakai adalah natrium benzoate. Zat itu aman dan tidak berbahaya. Adapun untuk memperlambat oksidasi, sering digunakan dua zat antioksidan yang disebut BHT (butyl hidroksi toluene) dan BHA (butyl hidroksi anisol)
Penelitian akhir – akhir ini menunjukkan bahwa pemakaian BHT sebagai zat pengawet mengandung keuntungan dan kejelekan. BHT dapat menyembuhkan tumor dan membuat awet muda. Akan tetapi, pemakaian BHT yang terlalu banyak juga dapat menimbulkan alergi.
Satu lagi zat yang dibolehkan dipakai sebagai pengawet adalah K-sorbat. Dimana kedua zat ini dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Pengawet yang paling aman adalah asam cuka (untuk acar) dan garam (untuk asinan ikan dan telur). Pengawet yang dilarang pemerintah adalah asam salisilat.
5. Pemakaian Pengharum
Zat pengharum pada makanan umumnya merupakan ester yang memberikan aroma buah, seperti amil asetat (pisang), amil valerat (apel), etil butirat (nenas), butyl propionat (rum) dan propil asetat (pear).
Diantara zat aditif pada makanan, zat pengharum ini boleh dikatakan paling aman dan belum pernah terdengar menimbulkan efek samping yang merugikan.
D. BATAS PENGGUNAAN
Batas penggunaan bahan tambahan makanan di atur oleh Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No. 722/MENKES/PER/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan.
Batasan penggunaan berdasarka risiko adalah ADI (Acceptable Daily Intake) yaitu batasan yang tidak menimbulkan risiko / bahaya jika dikonsumsi oleh manusia. Perhitungannya dengan menggunakan per kilogram bobot badan.
Zat Aditif Batasan PERMENKES RI per Kg Makanan Batasan ADI per Kg Bobot Makanan
BHA
BHT
Asam Asetat
Asam Sitrat
Sakarin
Siklamat
Aspartan
Asam Benzoat
Asam Sorbat
Beta Karoten
Karamal
Tartrazin
Karmoisin
Eritrosin
MSG 100 mg – 1000 mg
100 mg – 1000 mg
secukupnya
5 g – 40 g
50 mg – 300 mg
500 mg – 3 g
-
600 mg – 1 g
500 mg – 3 g
100 mg – 600 mg
150 mg – 300 mg
30 mg – 300 mg
50 mg – 300 mg
30 mg – 300 mg
secukupnya 0 – 0.3 mg
0 – 0.125 mg
tidak ada batasan
tidak ada batasan
-
-
-
0 – 5 mg
0 – 25 mg
-
tidak ada batasan
0 – 7.5 mg
0 – 4 mg
0 – 0.6 mg
0 – 120 mg
A. PENGERTIAN ZAT ADITIF
Zat aditif pada makanan atau disebut juga bahan tambahan makanan menurut pengertian dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingreditas (komposisi) khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi pada pembuatannya, dan untuk menghasilkan dan mempengaruhi sifat khas makanan tersebut. Zat aditif pada makanan tersebut tidak boleh digunakan untuk menutupi kerusakan dari makanan.
B. FUNGSI ZAT ADITIF
Zat aditif yang ditambahkan pada makanan bukanlah masalah baru. Sejak zaman prasejarah, menusia telah menggunakan garam untuk mengawetkan ikan dan daging. Rempah – rempah sudah digunakan pada masa Mesopotamia Purba sebagai bumbu dan pengharum makanan. Peralihan masyarakat agraris menjadi masyarakat industri serta semakin meningkatnya proses urbanisasi telah meningkatkan penggunaan zat aditif pada makanan.
Pada zaman modern dewasa ini, kompetisi pemasaran menyebabkan kalangan industri memakai lebih banyak zat aditif agar produk makanan mereka lebih lezat dan lebih menarik. Disamping zat aditif yang memang perlu ditambahkan untuk meningkatkan nilai gizi makanan, biasanya lebih banyak lagi zat aditif yang tidak mengandung nilai gizi. Zat yang disebut terakhir ini meliputi zat pewarna, zat penyedap, zat pemanis, zat pengharum dan zat pengawet. Karena zat aditif sangat banyak, orang sering memperingatkan agar kita berhati – hati dengan “makanan yang mengandung zat kimia”. Sudah tentu pemikiran tersebut agak lucu, sebab makanan sendiri adalah zat kimia. Yang perlu diperhatikan adalah beberapa zat kimia tertentu dalam makanan yang mungkin membahayakan kesehatan kita.
Tidak dapat disangkal bahwa zat aditif banyak yangmenguntungkan dan berguna bagi kesehatan. Untuk mencegah penyakit gondok, tubuh kita perlu iodine yang cukup sehingga garam dapur (NaCl) perlu ditambahi kalium iodide (Kl) atau kalium iodat (KlO3).
Jika kita banyak memakan bahan segar dari alam, mungkin tubuh kita tidak memerlukan vitamin tambahan. Akan tetapi, pada zaman modern ini makin banyak makanan yang diproses oleh pabrik dan pengolahannya sering mengurangi vitamin yang dikandung makanan tersebut. Oleh karena itu, pada makanan produk industri perlu ditambahkan vitamin tertentu. Misalnya, vitamin A ditambahkan pada margarin, vitamin B1 pada beras, vitamin C pada minuman botol dan vitamin D pada susu.
C. JENIS – JENIS ZAT ADITIF SERTA BAHAYA DAN KERUGIANNYA
Untuk zat aditif alami (dari alam) tidak banyak menimbulkan bahaya bagi kesehatan, sedangkan untuk zat aditif sintetis sering menimbulkan resiko bagi kesehatan.
1. Pemakaian Penyedap Rasa
Penyedap rasa yang umum digunakan adalah Vetcin atau Mono Sodium Glutamat (MSG) merupakan garam dari asam glutamat yang merupakan asam amino yang sering terdapat pada hasil fermentasi pembuatan kecap. MSG dibuat dari hasil fermentasi tetes tebu (karbohidrat) dengan bantuan bakteri Micrococcus Glutamicus. Dalam jumlah yang wajar tidak menimbulkan risiko, tetapi jika dalam jumlah yang berlebih MSG dapat menimbulkan gejala “Chinese Restaurant Syndrome” yaitu gejala dengan adanya rasa haus, sesak nafas, letih atau sakit kepala. Di Negara maju MSG masih dipertentangkan, hanya tidak boleh untuk makanan bayi dibawah 3 bulan.
2. Pemakaian Pemanis Sintetis
Untuk mencegah kegemukan, kini banyak dipakai pemanis yang tidak berkalori sebagai pengganti gula. Pemanis yang paling banyak digunakan dalam makanan dan obat – obatan adalah sakarin yang manisnya 500 kali gula dan natrium siklamat yang manisnya 50 kali gula. Akan tetapi, sejak dasawarsa 1970-an badan FDA di Amerika Serikat telah melarang penggunaan natrium siklamat yang dicurigai sebagai penyebab kanker.
Pada permen, kini banyak digunakan sorbitol, yaitu suatu senyawa polihidroksi yang mengandung kalori sama dengan gula. Dibandingkan gula, keunggulannya adalah tidak terurai dalam mulut sehingga tidak merusak gigi. Akan tetapi, pemakaian sorbitol yang terlalu banyak dapat menimbulkan diare
Tingkat kemanisan aspartan 200 kali gula. Banyak digunakan untuk mengganti gula pada penderita diabetes dan yang melakukan diet.
3. Pemakaian Pewarna
Zat pewarna dimaksudkan untuk membuat makan lebih menarik sehingga diharapkan nafsu makan bertambah dan dari segi bisnis makanan semakin laris. Zat pewarna yang diperoleh dari nabati (tumbuhan) umumnya tidak menimbulkan efek samping, misalnya warna merah dari tomat, kuning dari kunyit, oranye dari wortel, hijau dari daun suji atau pandan dan lain sebagainya. Ada juga zat warna yang berfungsi sebagai vitamin tambahan, misalnya β – karoten dari wortel yang dipakai untuk mewarnai mentega atau margarine. Tubuh kita akan mengubah β - karoten menjadi vitamin A. akan tetapi, kebanyakan zat warna hanya berfungsi untuk estetika dan tidak mengandung nilai gizi.
Dalam bidang industri kini makin banyak dipakai zat pewarna sintetik, karena zat pewarna alami mudah memudar dan kurang cemerlang warnanya. Sudah tentu zat – zat sintetik ini tidak boleh membahayakan kesehatan. Di Amerika Serikat, badan FDA ( Food and Drug Administration) telah melarang pemakaian beberapa zat pewarna makanan yang terbukti bersifat karsinogen (penyebab kanker).
Pewarna yang dugunakan oleh Depkes RI dikelompokkan :
a. Pewarna alami : β – karoten, khlorophyl, kurkumin, caramel.
b. Pewarna sintetis : tartazin, karmoisin, biru berlian, teritrosin,
indigotin, sunset yellow FCF, hijau FCF, poncean 4R dan lain sebagainya.
Pewarna sintetis yang diizinkan jika digunakan dalam jumlah wajar, tidak menimbulkan risiko. Tetapi ada beberapa pewarna sintetis dalam jumlah berlebih akan menyebabkan kanker kandung kemih dan kelainan pada ginjal.
Pewarna yang dilarang Depkes RI adalah pewarna sintetis untuk tekstil, tetapi disalah gunakan (dipakai untuk makanan). Misalnya rhodamin B, auramin, magneta dan lainnya yang banyak dipakai pada terasi, sirup atau makanan tanpa izin Depkes RI. Pewarna ini berbahaya dan akan terakumulasi pada tubuh dan menyebabkan kerusakan pada ginjal, kandung kemih dan kanker.
4. Pemakaian Pengawet
Penambahan zat pengawet pada makanan bertujuan untuk menghambat pertumbuhan jamur atau bakteri serta untuk memperlambat oksidasi yang dapat merusak makanan. Makanan produk industri yang menggunakan minyak tumbuhan atau lemak hewan sangat perlu ditambahi zat pengawet.
Untuk mencegah pertumbuhan jamur dan bakteri, zat pengawet yang banyak dipakai adalah natrium benzoate. Zat itu aman dan tidak berbahaya. Adapun untuk memperlambat oksidasi, sering digunakan dua zat antioksidan yang disebut BHT (butyl hidroksi toluene) dan BHA (butyl hidroksi anisol)
Penelitian akhir – akhir ini menunjukkan bahwa pemakaian BHT sebagai zat pengawet mengandung keuntungan dan kejelekan. BHT dapat menyembuhkan tumor dan membuat awet muda. Akan tetapi, pemakaian BHT yang terlalu banyak juga dapat menimbulkan alergi.
Satu lagi zat yang dibolehkan dipakai sebagai pengawet adalah K-sorbat. Dimana kedua zat ini dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Pengawet yang paling aman adalah asam cuka (untuk acar) dan garam (untuk asinan ikan dan telur). Pengawet yang dilarang pemerintah adalah asam salisilat.
5. Pemakaian Pengharum
Zat pengharum pada makanan umumnya merupakan ester yang memberikan aroma buah, seperti amil asetat (pisang), amil valerat (apel), etil butirat (nenas), butyl propionat (rum) dan propil asetat (pear).
Diantara zat aditif pada makanan, zat pengharum ini boleh dikatakan paling aman dan belum pernah terdengar menimbulkan efek samping yang merugikan.
D. BATAS PENGGUNAAN
Batas penggunaan bahan tambahan makanan di atur oleh Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No. 722/MENKES/PER/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan.
Batasan penggunaan berdasarka risiko adalah ADI (Acceptable Daily Intake) yaitu batasan yang tidak menimbulkan risiko / bahaya jika dikonsumsi oleh manusia. Perhitungannya dengan menggunakan per kilogram bobot badan.
Zat Aditif Batasan PERMENKES RI per Kg Makanan Batasan ADI per Kg Bobot Makanan
BHA
BHT
Asam Asetat
Asam Sitrat
Sakarin
Siklamat
Aspartan
Asam Benzoat
Asam Sorbat
Beta Karoten
Karamal
Tartrazin
Karmoisin
Eritrosin
MSG 100 mg – 1000 mg
100 mg – 1000 mg
secukupnya
5 g – 40 g
50 mg – 300 mg
500 mg – 3 g
-
600 mg – 1 g
500 mg – 3 g
100 mg – 600 mg
150 mg – 300 mg
30 mg – 300 mg
50 mg – 300 mg
30 mg – 300 mg
secukupnya 0 – 0.3 mg
0 – 0.125 mg
tidak ada batasan
tidak ada batasan
-
-
-
0 – 5 mg
0 – 25 mg
-
tidak ada batasan
0 – 7.5 mg
0 – 4 mg
0 – 0.6 mg
0 – 120 mg
A. Jenis – Jenis Bahan Pengawet Sintetis
1. Bahan pengawet yang diizinkan namun kurang aman dalam makanan
Beberapa zat pengawet berikut diindikasikan menimbulkan efek negatif jika dikonsumsi oleh individu tertentu, semisal yang alergi atau digunakan secara berlebihan. Adapun beberapa pengawet sintetis tersebut yaitu:
Asam Benzoat
Asam Benzoat adalah bahan pengawet yang sering dipakai dalam pembuatan makanan. Penggunaan bahan pengawet ini cukup banyak mendominasi produk makanan. Bahan pengawet ini dicampurkan dalam suatu produk makanan dengan tujuan untuk mempertahankan bahan pangan dari serangan mikroba. Mikroba merupakan sel mikroorganisme seperti jamur, kapang, bakteri maupun kuman. Sel mikroorganisme ini dapat mempercepat pembusukan makanan. Akan tetapi, asam benzoate dapat mencegah atau menghentikan proses pertumbuhan bakteri dalam suatu produk makanan. Benzoay sebenarnya dapar ditemukan secara natural pada buah dan rempah, cengkeh, cinnamon, dan buah berry mengandung benzoat yang dapat mempertahankan daya tahan kesegarannya.
(http://id.wikipedia.org/wiki/asam_benzoat)
Kalium Nitrit
Kalium Nitrit merupakan bahan pengawer sintetis yang berwarna putih atau kuning. Bahan pengawt ini mempunyai kelarutan (solubility) yang tinggi dalam air. Bahan ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Kalium Nitrit mempunyai efektivitas sangat tinggi karena dapat membunuh bakteri dalam kurun waktu yang relatif singkat. Pengawet ini sering digunakan pada daging dan ikan. Biasanya kalium nitrit dicampurkan pada daging yang telah dilayukan untuk mempertahankan warna merah agar tampak selalu segar misalnya pada daging kornet.
Kalsium Propionat/Natrium Propionat
Kalsium Propionat/Natrium Propionat termasuk golongan asam propionat. Penggunaan kedua pengawet ini adalah untuk mencegah tumbuhnya jamur atau kapang. Jamur dan kapang sangat merugikan dalam makanan karena dapat mempercepat pembusukan. Bahan pengawet ini biasanya digunakan untuk produk roti dan tepung yang ditambahkan bahan pengawet ini dapat bertahan lebih lama di pasaran.
Natrium Metasulfat
Natrium metasulfat merupakan bahan pengawet yang memiliki fungsi hampir sama dengan kalsium propionate/natrium propionat, yaitu mencegah tumbuhnya jamur dan kapang yang dapat mempercepat proses pembusukan. Natrium metasulfat juga sering digunakan pada produk roti dan tepung.
(http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web/2007/evi%20w/data%20pengwet.pdf)
2. Bahan pengawet yang diizinkan namun kurang aman dalam minuman
Beberapa zat pengawet berikut diindikasikan menimbulkan efek negatif bila dikonsumsi oleh individu tertentu, semisal yang sensitif denganh bahan pengawet tersebut atau digunakan secara berlebihan. Adapun beberapa pengawet sintetis tersebut adalah sebagai berikut:
Kalsium Benzoat
Kalsium benzoat merupakan bahan pengawet yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri penghasil racun (toksin), bakteri-bakteri spora dan bakteri bukan pembusuk. Senyawa ini dapat mempengaruhi rasa. Bahan minuman yang diberi benzoat dapat memberikan kesan aroma fenol, yaitu seperti aroma obat cair. Asam benzoate digunakan untuk mengawetkan minuman ringan, minuman anggur, saus sari buah, sirup, dan ikan asin.
Sulfur Dioksida (SO2)
Sulfur dioksida merupakan bahan pengawet yang diizinkan namun kurang aman dikonsumsi. Akan tetapi, penggunaan sulfur dioksida dalam minuman dapat menghambat pertumbuhan bekteri, jamur, dan kapang, sehingga minuman tersebut menjadi lebih awet. Bahan pengawt ini sering ditambahkan pada sari buah, buah kering, kacang kering, sirup dan acar.
Asam Sorbat
Asam sorbet juga merupakan bahan pengawet yang diizinkan namun kurang aman bila dikonsumsi. Seperti halnya zat-zat pengawet yang lain, asam sorbet juga berfungsi mencegah pertumbuhan bakteri dalam minuman. Penggunaan asam sorbat juga dimaksudkan agar minuman berkesan berasa asam. Asam sorbat biasa digunakan pada produk beraroma jeruk, keju, salad, buah dan kerap juga ditambahkan pada produk minuman.
(http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web/2007/evi%20w/data%20pengwet.pdf)
B. Bahan Pengawet Yang Tidak Aman Dalam Makanan/Minuman
Beberapa zat pengawet berikut marupakan zat pengawet yang berbahaya bagi kesehatan bila dikonsumsi, karena bahan pengawet ini bersifat toksin (racun) dalam tubuh. Adapun beberapa pangawet sintetis tersebut adalah sebagai berikut :
Natamysin
Natamysin adalah bahan pengawet yang tidak aman bila dikonsumsi walaupun bahan pengawet ini juga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganismedalam makana/minuman. Di dalam tubuh, natamysin ini juga bersifat toksin/racun sehingga bahan pengawet ini dilarang untuk dicampurkan ke dalam produk makanan/minuman baik sedikit maupun banyak.
Kalium Asetat
Kaium asetat merupakan jenis pengawet sintetis yang juga tidak aman bila dikonsumsi. Memang kalium asetat ini dapat mengawetkan makanan/minuman. Akan tetapi, kalium asetat juga merupakan racun bila masuk ke dalam tubuh. Untuk memperoleh rasa asam, makanan/minuman umumnya ditambahi pengawet ini.
Butil Hidroksi Anisol (BHA)
BHA merupakan pengawet semacam antioksidan sintetis. Contoh antioksidan sintetis antara lain :
1. Butil Hidroksianol (BHA), digunakan pada daging babi dan sosisnya, minyak sayur, shortening, keripik kentang, pizza dan teh instant.
2. Butil Hidroksitoluen (BHT), digunakan untuk lemak, minyak makan, margarine dan mentega.
Antioksidan juga termasuk bahan pengawet. Zat ini ditambahkan untuk mencegah timbulnya bau tengik pada makanan yang mengandung lemak/minyak, seperti minyak goring, keju, margarine, saus tomat, sirup, roti, daging sapi olahan dan sereal. Antioksidan sebenarnya dapat diperoleh secara alami pada lesitin, Vitamin E, Vitamin C (asam askorbat) merupakan bentukan garam kalium, natrium, dan kalsium.
(http://www.halalguide.info.id.2006)
C. Ambang Batas Pengawet Sintetis Dalam Tubuh Manusia
Pengawet merupakan bahan yang ditambahkan untuk mencegah atau menghambat terjadinya kerusakan/pembusukan makanan/minuman. Dengan penambahan pengawet tersebut, produk makanan/minuman diharapkan dapat terpelihara kesegarannya. Akan tetapi, penggunaannya tentu harus mengikuti takaran yang dibenarkan. Lantaran itu masyarakat perlu memahami label yang tertera pada kemasan. Sayangnya, pada label kemasan produk banyak yang tidak dicantumkan atau dijelaskan tentang komposisi bahan pengawet yang digunakan. Kalaupun dicantumkan, penjelasan biasanya ditulis dengan huruf yang sangat kecil sehingga sulit untuk dibaca, atau menggunakan bahasa asing sehingga tidak mudah dipahami oleh konsumen. (http://blog.its.ac.id)
Setiap bahan pengawet pasti memiliki ambang batas minimaldan maksimal untuk dikonsumsi. Hal ini bertujuan agar bahan – bahan pengawet tersebut tidak sampai membahayakan kesehatan tubuh manusia bila dikonsumsi. Menurut Direktur Inspeksi dan Sertifikasi Pangan Badan POM, Sukiman Said Umar, berdasarkan nilai Acceptable Daily Intake (ADI), maka takaran ambang batas pengawet sintetis adalah sebagai berikut :
1. Kalsium benzoate memiliki ambang batas maksimum 600 miligram per liter berat badan per hari.
2. Sulfur dioksida memiliki ambang batas konsumsi 433 miligram per liter berat bada per hari.
3. Kalium nitrit mempunyai ambang batas konsumsi 0.1 % atau 1 gram/kg bahan yang diawetkan. Untuk kalium nitrat memiliki ambang batas konsumsi sebesar 0.2 % atau 2 gram/kg bahan yang diawetkan.
4. Kalsium propionat/natrium propionate, untuk bahan tepung terigu, dosis maksimum yang dianjurkan adalah 0.32 % atau 3.2 gram/kg bahan yang diawetkan. Sedangkan untuk makanan yang berbahan keju, dosis maksimumnya adalah sebesar 0.3 % atau 3 gram/kg bahan yang diawetkan.
5. Natrium metasulfat memiliki ambang batas konsumsi sama dengan kalsium propionat/natrium propionate, yaitu sebesar 3 – 3.2 gram/kg bahan yang diawetkan.
6. Asam sorbat memiliki ambang batas berturut – turut adalah sari buah 400 mg/l; sari buah pekat 2100 mg/l; squash 800 mg/l dan minuman bersoda 400 mg/l. (http://kimia.upi.edu.id)
Apabila kita mengkonsumsi bahan – bahan pengawet di atas itu tidak secara berlebihan/masih di bawah ambang batas, maka kita tidak perlu khawatir karena tubuh kita memiliki detoksifikasi (perombak) bahan pengawet sintetis yang sangat efektif. System detoksifikasi manusia terdapat pada ginjal dan hati. Bahan pengawet yang ada dalam tubuh manusia akan disaring pada ginjal dan dikeluarkan ureter yang akan ikut terbuang malalui urin. Sekitar 75 – 80 % zat – zat tersebut dikeluarkan dalam jangka waktu sekitar 10 jam. Dan di dalam tubuh, bahan – bahan pengawet di atas akan tergabung dengan glisin di dalam hati dan membentuk asam hippurat yang akan dikeluarkan lewat urin. Jika masih ada yang tertinggal, bahan – bahan pengawet ini akan bergabung dengan asam glukuronat yang termetabolisme lewat urin. (http://id.wikipedia.org/wiki/pengawet)
D. Pengaruh Bahan Pengawet Sintetis Terhadap Kesehatan
Beberapa zat pengawet di bawah ini merupakan zat pengawet yang diizinkan oleh BPOM, tetapi bila digunakan secara berlebihan bisa mempengaruhi kesehatan tubuh manusia. Diantara bahan pengawet tersebut adalah :
• Kalsium Benzoat
Bahan pengawet ini diidentifikasikan bias menyebabkan dampak negative pada penderita asma, karena bahan pengawet ini bias mempengaruhi mekanisme pernafasan paru – paru, sehingga kerja paru – paru tidak normal. Dan kalsium benzoate juga bias berdampak negative bagi orang yang peka terhadap aspirin (obat sakit kepala).
• Sulfur Dioksida
Bahan pengawet ini beresiko menyebabkan perlukaan lambung karena konsentrasi sulfur yang tinggi di dalam lambung merusak dinding – dinding lambung yang banyak mengandung jaringan epitel selindris selapis. Sehingga proses pencernaanpun terganggu. (Diah Aryulina. Biologi SMA. 2004, hal. 55)
Sulfur dioksida beresiko mempercepat serangan asma; mutasi genetic karena bias mempengaruhi DNA/gen; menyebabkan kanker karena di dalam tubuh bias menjadi zat radikal bebas pemicu kanker dan juga menyebabkan alergi (gatal – gatal).
• Kalium Nitrit
1. Menyebabkan keracunan
2. Dapat mempengaruhi kemampuan sel darah merah membawa O2 (oksigen) ke berbagai organ tubuh
3. Menyebabkan kesulitan bernafas karena mempengaruhi kerja paru – paru di dalam tubuh
4. Sakit kepala karena mempengaruhi system saraf di otak
5. Anemia (penyakit kekurangan darah merah) karena pengawet ini mempercepat degenerasi (penuaan) sel darah, sehingga konsentrasi darah di dalam tubuh berkurang
6. Radang ginjal yaitu perlukaan di dalam ginjal yang disebabkan terlalu beratnya tugas ginjal untuk menyaring (filtrasi) suatu zat tertentu (bias juga zat pengawet)
7. Muntah – muntah karena lambung menolak zat pengawet yang bersifat racun dengan cara mengeluarkannya lewat mulut
• Kalsium Propionat/Natrium Propionat
1. Menyebabkan migren (sakit kepala sebelah)
2. Kelelahan
3. Kesulitan tidur
• Natrium Metasulfat
Bahan pengawet ini diduga bisa menyebabkan alergi pada kulit, seperti gatal – gatal, bercak – bercak merah dan lainnya.
• Asam Sorbat
Pengawet ini apabila dalam konsentrasi tinggi bisa membuat perlukaan pada selaput lidah dan lambung, karena pengawet ini bersifat asam.
(http://www.blog.its.ac.id)
• Natamysin
Dapat menyebabkan mual dan muntah karena zat pengawet ini bisa mengganggu sistem pencernaan
Menyebabkan berkurangnya nafsu makan
Dapat menyebabkan diaredan perlukaan pada selaput kulit
• Kalium Asetat
Bisa menyebabkan rusaknya fungsi ginjal karena zat pengawet ini tidak mudah dikeluarkan oleh ginjal.
• Butil Hidro Anisol (BHA)
1. Zat pengawet ini bisa menyebabkan penyakit hati
2. Memicu timbulnya kanker
1. Bahan pengawet yang diizinkan namun kurang aman dalam makanan
Beberapa zat pengawet berikut diindikasikan menimbulkan efek negatif jika dikonsumsi oleh individu tertentu, semisal yang alergi atau digunakan secara berlebihan. Adapun beberapa pengawet sintetis tersebut yaitu:
Asam Benzoat
Asam Benzoat adalah bahan pengawet yang sering dipakai dalam pembuatan makanan. Penggunaan bahan pengawet ini cukup banyak mendominasi produk makanan. Bahan pengawet ini dicampurkan dalam suatu produk makanan dengan tujuan untuk mempertahankan bahan pangan dari serangan mikroba. Mikroba merupakan sel mikroorganisme seperti jamur, kapang, bakteri maupun kuman. Sel mikroorganisme ini dapat mempercepat pembusukan makanan. Akan tetapi, asam benzoate dapat mencegah atau menghentikan proses pertumbuhan bakteri dalam suatu produk makanan. Benzoay sebenarnya dapar ditemukan secara natural pada buah dan rempah, cengkeh, cinnamon, dan buah berry mengandung benzoat yang dapat mempertahankan daya tahan kesegarannya.
(http://id.wikipedia.org/wiki/asam_benzoat)
Kalium Nitrit
Kalium Nitrit merupakan bahan pengawer sintetis yang berwarna putih atau kuning. Bahan pengawt ini mempunyai kelarutan (solubility) yang tinggi dalam air. Bahan ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Kalium Nitrit mempunyai efektivitas sangat tinggi karena dapat membunuh bakteri dalam kurun waktu yang relatif singkat. Pengawet ini sering digunakan pada daging dan ikan. Biasanya kalium nitrit dicampurkan pada daging yang telah dilayukan untuk mempertahankan warna merah agar tampak selalu segar misalnya pada daging kornet.
Kalsium Propionat/Natrium Propionat
Kalsium Propionat/Natrium Propionat termasuk golongan asam propionat. Penggunaan kedua pengawet ini adalah untuk mencegah tumbuhnya jamur atau kapang. Jamur dan kapang sangat merugikan dalam makanan karena dapat mempercepat pembusukan. Bahan pengawet ini biasanya digunakan untuk produk roti dan tepung yang ditambahkan bahan pengawet ini dapat bertahan lebih lama di pasaran.
Natrium Metasulfat
Natrium metasulfat merupakan bahan pengawet yang memiliki fungsi hampir sama dengan kalsium propionate/natrium propionat, yaitu mencegah tumbuhnya jamur dan kapang yang dapat mempercepat proses pembusukan. Natrium metasulfat juga sering digunakan pada produk roti dan tepung.
(http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web/2007/evi%20w/data%20pengwet.pdf)
2. Bahan pengawet yang diizinkan namun kurang aman dalam minuman
Beberapa zat pengawet berikut diindikasikan menimbulkan efek negatif bila dikonsumsi oleh individu tertentu, semisal yang sensitif denganh bahan pengawet tersebut atau digunakan secara berlebihan. Adapun beberapa pengawet sintetis tersebut adalah sebagai berikut:
Kalsium Benzoat
Kalsium benzoat merupakan bahan pengawet yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri penghasil racun (toksin), bakteri-bakteri spora dan bakteri bukan pembusuk. Senyawa ini dapat mempengaruhi rasa. Bahan minuman yang diberi benzoat dapat memberikan kesan aroma fenol, yaitu seperti aroma obat cair. Asam benzoate digunakan untuk mengawetkan minuman ringan, minuman anggur, saus sari buah, sirup, dan ikan asin.
Sulfur Dioksida (SO2)
Sulfur dioksida merupakan bahan pengawet yang diizinkan namun kurang aman dikonsumsi. Akan tetapi, penggunaan sulfur dioksida dalam minuman dapat menghambat pertumbuhan bekteri, jamur, dan kapang, sehingga minuman tersebut menjadi lebih awet. Bahan pengawt ini sering ditambahkan pada sari buah, buah kering, kacang kering, sirup dan acar.
Asam Sorbat
Asam sorbet juga merupakan bahan pengawet yang diizinkan namun kurang aman bila dikonsumsi. Seperti halnya zat-zat pengawet yang lain, asam sorbet juga berfungsi mencegah pertumbuhan bakteri dalam minuman. Penggunaan asam sorbat juga dimaksudkan agar minuman berkesan berasa asam. Asam sorbat biasa digunakan pada produk beraroma jeruk, keju, salad, buah dan kerap juga ditambahkan pada produk minuman.
(http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web/2007/evi%20w/data%20pengwet.pdf)
B. Bahan Pengawet Yang Tidak Aman Dalam Makanan/Minuman
Beberapa zat pengawet berikut marupakan zat pengawet yang berbahaya bagi kesehatan bila dikonsumsi, karena bahan pengawet ini bersifat toksin (racun) dalam tubuh. Adapun beberapa pangawet sintetis tersebut adalah sebagai berikut :
Natamysin
Natamysin adalah bahan pengawet yang tidak aman bila dikonsumsi walaupun bahan pengawet ini juga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganismedalam makana/minuman. Di dalam tubuh, natamysin ini juga bersifat toksin/racun sehingga bahan pengawet ini dilarang untuk dicampurkan ke dalam produk makanan/minuman baik sedikit maupun banyak.
Kalium Asetat
Kaium asetat merupakan jenis pengawet sintetis yang juga tidak aman bila dikonsumsi. Memang kalium asetat ini dapat mengawetkan makanan/minuman. Akan tetapi, kalium asetat juga merupakan racun bila masuk ke dalam tubuh. Untuk memperoleh rasa asam, makanan/minuman umumnya ditambahi pengawet ini.
Butil Hidroksi Anisol (BHA)
BHA merupakan pengawet semacam antioksidan sintetis. Contoh antioksidan sintetis antara lain :
1. Butil Hidroksianol (BHA), digunakan pada daging babi dan sosisnya, minyak sayur, shortening, keripik kentang, pizza dan teh instant.
2. Butil Hidroksitoluen (BHT), digunakan untuk lemak, minyak makan, margarine dan mentega.
Antioksidan juga termasuk bahan pengawet. Zat ini ditambahkan untuk mencegah timbulnya bau tengik pada makanan yang mengandung lemak/minyak, seperti minyak goring, keju, margarine, saus tomat, sirup, roti, daging sapi olahan dan sereal. Antioksidan sebenarnya dapat diperoleh secara alami pada lesitin, Vitamin E, Vitamin C (asam askorbat) merupakan bentukan garam kalium, natrium, dan kalsium.
(http://www.halalguide.info.id.2006)
C. Ambang Batas Pengawet Sintetis Dalam Tubuh Manusia
Pengawet merupakan bahan yang ditambahkan untuk mencegah atau menghambat terjadinya kerusakan/pembusukan makanan/minuman. Dengan penambahan pengawet tersebut, produk makanan/minuman diharapkan dapat terpelihara kesegarannya. Akan tetapi, penggunaannya tentu harus mengikuti takaran yang dibenarkan. Lantaran itu masyarakat perlu memahami label yang tertera pada kemasan. Sayangnya, pada label kemasan produk banyak yang tidak dicantumkan atau dijelaskan tentang komposisi bahan pengawet yang digunakan. Kalaupun dicantumkan, penjelasan biasanya ditulis dengan huruf yang sangat kecil sehingga sulit untuk dibaca, atau menggunakan bahasa asing sehingga tidak mudah dipahami oleh konsumen. (http://blog.its.ac.id)
Setiap bahan pengawet pasti memiliki ambang batas minimaldan maksimal untuk dikonsumsi. Hal ini bertujuan agar bahan – bahan pengawet tersebut tidak sampai membahayakan kesehatan tubuh manusia bila dikonsumsi. Menurut Direktur Inspeksi dan Sertifikasi Pangan Badan POM, Sukiman Said Umar, berdasarkan nilai Acceptable Daily Intake (ADI), maka takaran ambang batas pengawet sintetis adalah sebagai berikut :
1. Kalsium benzoate memiliki ambang batas maksimum 600 miligram per liter berat badan per hari.
2. Sulfur dioksida memiliki ambang batas konsumsi 433 miligram per liter berat bada per hari.
3. Kalium nitrit mempunyai ambang batas konsumsi 0.1 % atau 1 gram/kg bahan yang diawetkan. Untuk kalium nitrat memiliki ambang batas konsumsi sebesar 0.2 % atau 2 gram/kg bahan yang diawetkan.
4. Kalsium propionat/natrium propionate, untuk bahan tepung terigu, dosis maksimum yang dianjurkan adalah 0.32 % atau 3.2 gram/kg bahan yang diawetkan. Sedangkan untuk makanan yang berbahan keju, dosis maksimumnya adalah sebesar 0.3 % atau 3 gram/kg bahan yang diawetkan.
5. Natrium metasulfat memiliki ambang batas konsumsi sama dengan kalsium propionat/natrium propionate, yaitu sebesar 3 – 3.2 gram/kg bahan yang diawetkan.
6. Asam sorbat memiliki ambang batas berturut – turut adalah sari buah 400 mg/l; sari buah pekat 2100 mg/l; squash 800 mg/l dan minuman bersoda 400 mg/l. (http://kimia.upi.edu.id)
Apabila kita mengkonsumsi bahan – bahan pengawet di atas itu tidak secara berlebihan/masih di bawah ambang batas, maka kita tidak perlu khawatir karena tubuh kita memiliki detoksifikasi (perombak) bahan pengawet sintetis yang sangat efektif. System detoksifikasi manusia terdapat pada ginjal dan hati. Bahan pengawet yang ada dalam tubuh manusia akan disaring pada ginjal dan dikeluarkan ureter yang akan ikut terbuang malalui urin. Sekitar 75 – 80 % zat – zat tersebut dikeluarkan dalam jangka waktu sekitar 10 jam. Dan di dalam tubuh, bahan – bahan pengawet di atas akan tergabung dengan glisin di dalam hati dan membentuk asam hippurat yang akan dikeluarkan lewat urin. Jika masih ada yang tertinggal, bahan – bahan pengawet ini akan bergabung dengan asam glukuronat yang termetabolisme lewat urin. (http://id.wikipedia.org/wiki/pengawet)
D. Pengaruh Bahan Pengawet Sintetis Terhadap Kesehatan
Beberapa zat pengawet di bawah ini merupakan zat pengawet yang diizinkan oleh BPOM, tetapi bila digunakan secara berlebihan bisa mempengaruhi kesehatan tubuh manusia. Diantara bahan pengawet tersebut adalah :
• Kalsium Benzoat
Bahan pengawet ini diidentifikasikan bias menyebabkan dampak negative pada penderita asma, karena bahan pengawet ini bias mempengaruhi mekanisme pernafasan paru – paru, sehingga kerja paru – paru tidak normal. Dan kalsium benzoate juga bias berdampak negative bagi orang yang peka terhadap aspirin (obat sakit kepala).
• Sulfur Dioksida
Bahan pengawet ini beresiko menyebabkan perlukaan lambung karena konsentrasi sulfur yang tinggi di dalam lambung merusak dinding – dinding lambung yang banyak mengandung jaringan epitel selindris selapis. Sehingga proses pencernaanpun terganggu. (Diah Aryulina. Biologi SMA. 2004, hal. 55)
Sulfur dioksida beresiko mempercepat serangan asma; mutasi genetic karena bias mempengaruhi DNA/gen; menyebabkan kanker karena di dalam tubuh bias menjadi zat radikal bebas pemicu kanker dan juga menyebabkan alergi (gatal – gatal).
• Kalium Nitrit
1. Menyebabkan keracunan
2. Dapat mempengaruhi kemampuan sel darah merah membawa O2 (oksigen) ke berbagai organ tubuh
3. Menyebabkan kesulitan bernafas karena mempengaruhi kerja paru – paru di dalam tubuh
4. Sakit kepala karena mempengaruhi system saraf di otak
5. Anemia (penyakit kekurangan darah merah) karena pengawet ini mempercepat degenerasi (penuaan) sel darah, sehingga konsentrasi darah di dalam tubuh berkurang
6. Radang ginjal yaitu perlukaan di dalam ginjal yang disebabkan terlalu beratnya tugas ginjal untuk menyaring (filtrasi) suatu zat tertentu (bias juga zat pengawet)
7. Muntah – muntah karena lambung menolak zat pengawet yang bersifat racun dengan cara mengeluarkannya lewat mulut
• Kalsium Propionat/Natrium Propionat
1. Menyebabkan migren (sakit kepala sebelah)
2. Kelelahan
3. Kesulitan tidur
• Natrium Metasulfat
Bahan pengawet ini diduga bisa menyebabkan alergi pada kulit, seperti gatal – gatal, bercak – bercak merah dan lainnya.
• Asam Sorbat
Pengawet ini apabila dalam konsentrasi tinggi bisa membuat perlukaan pada selaput lidah dan lambung, karena pengawet ini bersifat asam.
(http://www.blog.its.ac.id)
• Natamysin
Dapat menyebabkan mual dan muntah karena zat pengawet ini bisa mengganggu sistem pencernaan
Menyebabkan berkurangnya nafsu makan
Dapat menyebabkan diaredan perlukaan pada selaput kulit
• Kalium Asetat
Bisa menyebabkan rusaknya fungsi ginjal karena zat pengawet ini tidak mudah dikeluarkan oleh ginjal.
• Butil Hidro Anisol (BHA)
1. Zat pengawet ini bisa menyebabkan penyakit hati
2. Memicu timbulnya kanker
INDUSTRI PENGOLAHAN CRUDE PALM OIL (CPO)
A. TINJAUAN UMUM
Kelapa sawit merupakan sumber lemak nabati yang populer karena produksi atau pengolahan minyak sawit yang tinggi di Negara-negara Asia Tenggara, bahkan minyak kelapa sawit menjadi komoditas pertanian utama dan unggulan di Indonesia, disamping minyak Kelapa. Hal itu disebabkan karena beberapa faktor, antara lain 1) menjadi sumber –pendapatan bagi jutaan keluarga petani, 2)sumber devisa Negara, 3) mulai dari perkebunan, industri pengolahan, sampai dengan pemasaran produknya menjadi primadona penyedia lapangan kerja, 4) perkebunan dan industri pengolahan kelapa sawit tersebut mampu memacu pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru, 5) pendorong tumbuh dan berkembangnya industri pengolahan hilir berbasis pengolahan CPO di Indonesia misal : mentega, kue/biscuit, gliserin, sabun, dan detergen.
B. BUAH SAWIT
Buah sawit (Elais Gueenensis Jacq.) banyak dibudi dayakan di perkebunan-perkebunan, diantaranya adalah jenis Dura, Psifera, dan Tenera. Tenera merupakan hasil persilangan dari tipe Dura dan Psifera, memiliki kandungan minyak tinggi (22-23%) dan pokoknya tidak terlalu tinggi tetapi berbuah lebih awal.
Bagian buahnya terdiri dari eksokarp (kulit paling luar), mesokarp (serabut, mirip serabut kelapa), endocarp (tempurung) dan kernel (inti sawit). Pengolahan bagian serabutnya (endocarp) dengan cara ekstraksi dapat menghasilkan Crude Palm Oil (CPO), sedangkan pengolahan bagian kernel (inti) dapat menghasilkan Palm Kernel Oil (PKO). CPO dengan teknologi pengolahan lebih lanjut yaitu fraksinasi dapat terpisah paling tidak menjadi dua fraksi utama yaitu stearin (pada suhu kamar berbentuk padat) dan olein (pada suhu kamar berbentuk cair). Pengolahan stearin lebih lanjut oleh insdustri pengolahan hilir dapat menghasilkan produk-produk sperti margarin, sabun, lilin, cocoa butter substituen (CBS) semacam pengganti lemak kakao, vegetables ghee (vanaspati), shoertening dsb. Sedangkan pengolahan olein umumnya menghasilkan bahan baku untuk keperluan minyak goreng, meskipun terdapat juga produk-produk lain seperti margarine, shoertening, vegetables ghee (vanaspati), asam lemak, dan gliserol atau gliserin.
C. PANENAN BUAH KELAPA SAWIT
Tandan kelapa sawit bila sudah mulai matang akan ditandai dengan perikarp buah berwarna kuning jingga serta sebagian buah terlepas dari tangkainya. Buah yang baik adalah buah yang cukup umur untuk dipanen karena akan menghasilkan rendemen yang baik. Hasil panenan sebaiknya segera dibawa untuk pengolahan lebih lanjut, setelah mengalami sortasi dan penimbangan untuk kemudian diolah menjadi minyak mentah. Penimbangan bertujuan untuk menghitung rendemen, efesiensi ekstraksi dan untuk keperluan lainnya.
D. PROSES PENGOLAHAN MINYAK KELAPA SAWIT MENJADI CRUDE PALM OIL (CPO)
Proses pengolahan minyak pangan kelapa sawit secara umum adalah sebagai berikut :
a. Weight Bride
b. Perebusan (Sterilisasi)
c. Penebahan (Stripping)
d. Pelumatan (Digesting)
e. Pengempaan (Dressing)
f. Penjernihan (Clarifier)
g. Pemecahan Nut
h. Proses Pengolahan Minyak
a. Weight Bride
Buah kelapa sawit yang berasal dari tandan buah segar (TBS) setelah tiba di pabrik kemudian di pindahkan ke lori –lori dan selanjutnya ditimbang di weight bride untuk mengetahui berat tandan buah segar yang di terima.
b. Perebusan (Sterilisasi)
Tahap sterilisasi ini dalam pengolahan minyak kelapa sawit secara teknis dilakukan dengan memberikan steam/uap pada tandan dalam suatu alat sterilizer berupa autoclave besar. TBS dimasukkan ke dalam lori – lori rebusan yang terbuat dari plat baja berlubang – lubang dan langsung dimasukkan ke sterilizer yang merupakan bejana perebusan dengan mengalirkan uap air bertekanan antara 2, 5 – 3, 0 kg/cm2, dengan adanya lubang – lubang pada badan lori, uap masuk dan dapat merebus buah secara merata. Proses perebusan ini dimaksudkan untuk membunuh enzim – enzim yang akan menurunkan kualitas minyak pangan dan juga memudahkan buah terlepas dari tandan serta memudahkan pemisahan cangkang dan inti dengan keluarnya air dari biji. Proses perebusan biasanya berlangsung selama 80 – 90 menit dan uap yang dibutuhkan sebesar 280 – 290 kg/ton TBS. Proses perebusan ini menghasilkan kondensat yang mengandung 0, 50% minyak pangan ikutan pada temperature tinggi. Kondensat ini kemudian di masukkan ke dalam fat fit. Tandan buah yang telah disterilisasi di masukkan ke dalam thereser.
Adapun tujuan sterilisasi adalah :
1. Merusak enzim lipotilik, sehingga dapat mencegah perkembangan asam lemak bebas
2. Memudahkan pelepasan buah dari tandan
3. Melunakkan buah
4. Mengkoagulasikan gum/emulsifier sehingga memudahkan pengambilan minyak
Distribusi waktu pengolahan selama sterilisasi terbagi mjenjadi 5 bagian yakni :
1. Pengeluaran udara
2. Waktu untuk mencapai tekanan yang diperlukan
3. Waktu untuk sterilisasi tandan
4. Pengeluaran uap air
5. Pembongkaran, penurunan dan realoding
Bila waktu pengolahan pada tahap sterilisasi terlalu lama, maka akan banyak minyak yang hilang (3%) serta kernel berwarna kehitaman (gelap). Bila waktu pengolahan selama tahap sterilisasi terlalu singkat, maka buah akan sulit lepas dari tandan pada tahap pengolahan selaqnjutnya.
c. Penebahan (Stripping)
Tandan buah kelapa sawit yang disterilisasi dituang sedikit demi sedikit secara teratur ke dalam mesin penebah (striper/pemipih) untuk memisahkan antara buah dan tandannya.Hal ini dilakukan dengan cara membanting tandan sehingga kadang-kadang proses ini disebut sebagai tahap bantingan). Hasil dari stripping tidak selalu 100%, artinya masih terdapat berondolan yang melekat pada tangkai tandan, hal ini disebut dengan Unstripped Bunch (USB) sehingga sering dilakukan “Double Thressing”. Janjang yang telah kosong selanjutnya di bawa ke incinerator dan dimanfaatkan sebagai pupuk.
d. Pelumatan (Digesting)
Buah lepas (brondolan buah) yang dibawa oleh fruit conveyor di masukkan ke dalam digester atau peralatan pengaduk dimana padanya terdapat pisau-pisau atau batang-batang yang terhubung dengan poros utama, yang berfungsi menghancurkan buah yang telah lepas dari tandannya. Pengadukan ini dimaksudkan untuk melepaskan daging buah dengan biji. Selama pengadukan berlangsung, temperature dan digester dijaga agar tetap stabil antara 95 – 105 OC. Pemanasan ini di lakukan dengan menggunakan uap panas (steam).
e. Pengempaan (Dressing)
Massa buah yang tercacah dan telah berbentuk bubur di masukkan ke dalam screw press (alat kempa). Mesin pres yang biasa digunakan adalah model screw press. Alat ini terdiri dari dua buah worm screw yang duduk dalam press cake dan dua buah cone yang dapat bergerak maju mundur. Disebabkan putaran kedua worm screw tersebut dan penekanan cone, minyak pangan dalam mesocarp itu akan diperas dan keluar melalui lubang – lubang kecil pada press cake. Sedangkan ampas press atau campuran fibred an nut akan keluar melalui worm screw. Hal – hal yang diperhatikan dalam proses yaitu press harus kering. Maksudnya minyak pangan yang melekat pada ampas press diusahakan sedikit mungkin dan cukup rendah. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menekan cone, tetapi akibatnya akan menaikkan nut / kernel yang pecah.
f. Penjernihan (Clarifier)
Penjernihan pada statisun klarifikasi, kadang disebut dengan pemurnian minyak, dalam pengolahan kelapa sawit bertujuan untuk menjernihkan sehingga diperoleh minyak dengan mutu sebaik mungkin dan dapat dipasarkan dengan harga baik. Tahapan klarifikasi dalam industri pengolahan tersebut adalah penyaringan, pengendapan, sentrifugasi dan pemurnian.
Minyak kasar campuran dari digesti dan pengempaan dialirkan menuju kesaringan getar (vibrating screen) untuk disaring agar kotoran berupa serabut kasar dapat dipisahkan. Minyak kasar lalu ditampung dalam tanki penampung minyak kasar (crude oil tank), selanjutnya dipanaskan hingga suhu 95-100oC, dengan tujuan untuk memperbesar perbedaan berat jenis antara minyak, air, dan sludge sehingga sangat membantu dalam proses pengendapan.
Minyak dari crude oil tank selanjutnya dialirkan ke tanki pengendap. Didalam tanki tersebut crude oil terpisah menjadi minyak dan sludge atau Lumpur akibat pengolahan dengan teknik pengendapan. Sludge masih dapat diambil minyaknya dengan teknik pengolahan minyak kelapa sawit tertentu misalnya sentrifugasi atau pemusingan.
g. Pemecahan Nut
Nut yang telah kering (dinyatakan oleh tes laboratorium) masuk ke dalam Nut Cracher. Dalam Nut Cracher ini nut akan dipecah menjadi inti yang masih basah dan cangkang (kernel). Inti dikirim untuk bahan baker broiler dan diolah lebih lanjut menjadi palm kernel oil.
h. Proses Pengolahan Minyak
Proses Pengolahan Palm Oil
Seluruh Crude Oil dan lemak yang diguanakan sebagai bahan makanan termasuk palm oil mengandung kadar Impurities (kadar kotoran). Impurities yang terkandung antara lain seperti kadar Free Fatty Acid atau yang lebih dikenal dengan Asam Lemak Bebas (ALB), senyawa – senyawa phospat, bahan pewarna berbagai bentuk aroma, kadar air (moisture), kandungan logam serta adanya benda – benda asing di dalamnya. Kandungan impurities ini haruslah dihilangkan terlebih dahulu dengan satu pengolahan agar minyak pangan tersebut stabil dan layak untuk dikonsumsi masyarakat.
Proses pemurnian palm oil yang sering digunakan meliputi :
o Proses Penetralan (Alkaline Refining Process)
Proses penetralan ini meliputi :
Degumming
Crude Palm Oil sebagaimana yang telah di jelaskan diatas tadi, hasil akhirnya mengandung senyawa – senyawa phospat yang nantinya akan sangat membahayakan tubuh bila tidak di hilangkan dan juga mengandung gum (lender). Oleh karena itu, langkah awal yang di lakukan dalam pengolahan palm oil ini adalah penambahan 0, 1% asam phospat (H3PO4) atau Asam Sitrat ke dalam palm oil ini. Hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan senyawa phospat dan berbagai logam yang ada sehingga tidak mengganggu pada proses netralisasi. Degumming dilakukan pada suatu pencampur sentrifugal. Dari proses ini akan dihasilkan RBPO (Refinery Bleaching Palm Oil) dan PFAD (Palm Fatty Acid N-Hexaneete) yang dapat digunakan sebagai bahan baku sabun.
Netralizing (Netralisasi)
Pada proses ini, minyak pangan telah di hilangkan lendirnya yang di campur dengan larutan Natrium Hidroksida (NaOH). Hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan kandungan Free Fatty Acid (FFA) di dalam minyak pangan tersebut. Konsentrasi alkali pada proses ini harus seimbang dengan jumlah Free Fatty Acid yang ada pada minyak pangan tersebut. Biasanya dalam proses ini di gunakan larutan Natrium Hidroksida Excess. Larutan ini dicampurkan pada minyak pangan dalam pencampur sentrifugal. Kemudian setelah minyak pangan tadi bereaksi, minyak pangan di alirkan menuju separator berkecepatan tinggi untuk memisahkan minyak pangan dari kandungan Soap Stock (kandungan detergent), senyawa phospat dan endapan lainnya dari minyak netral yang telah di dapat.
Eart Bleching (Pemucatan Warna) dan Filtrasi
Pemucatan warna (yang lebih di kenal dengan bleaching) di lakukan diatas pemanas atau di dalam pengaduk dalam keadaan hampa udara (vacum air) dengan penambahan serbuk pemutih Bleaching Eart untuk menurunkan kandungan warna pada minyak pangan. Pada proses ini juga di turunkan atau dinetralisir apakah masih terdapat kandungan phospat, sabun ataupun detergent serta logam dan oeroxida lainnya dari komposisi hasil proses oksidasi. Banyaknya Bleaching Eart yang ditambahkan antara 1% - 2% tergantung kualitas Crude Oil, spesifikasi produk akhir yang diminta, type Bleaching Eart dan temperature pemutihan Crude Oil tersebut. Dinegara Malaysia, bleaching dilakukan pada tekanan hampa udara 15 – 20 mmHg pada 90 – 130 OC selama 20 – 40 menit. Setelah proses bleaching selesai di lakukan, langkah selanjutnya adalah menghilangkan jumlah kandungan zat warna yang terasorbsi dalam minyak pangan melalui proses filtrasi. Setelah proses filtrasi, hasil minyak pangan kemudian disaring. Hasil dari kesemua proses ini ditandai dengan adanya warna terang dari proses Netralisasi pemucatan warna palm oil yang dikenal dengan BPO (Bleaching Palm Oil).
Deodorizing (Penghilangan Bau)
Deodorization adalah langkah yang paling penting dalam proses pengolahan minyak pangan. Deodorization ini dilakukan untuk menghilangkan bau tengik dan sekaligus untuk menghasilkan minyak pangan yang berasa hambar. Hal ini dilakukan dengan cara mengurangi atau menghilangkan tingkat penguapan relative (tingkat oksidasi/Relative Vollatile Ordouferous) dan aroma yang ada pada minyak pangan. Mengurangi tingkat oksidasi dilakukan dengan cara mengurangi asupan free fatty acid (dibawah 0, 10%), kandungan Aldehyd, keton, warna (dibawah 3 red pada pengukuran dengan Lovibond pada ”cell). Deodorization di lakukan dengan destilasi pada keadaan hampa udara yaitu 2 – 5 torr, daerah kedap air dan pemanasan 230 – 250 OC. untuk melindungi minyak pangan dari proses oksidasi kembali, langkah yang dapat dilakukan adalah dengan menghilangkan udara pada temperature tinggi. Minyak pangan didinginkan pada suhu 55 OC sebelum di alirkan ke polishing filter. Hasil akhir pemurnian palm oil adalah Refined Bleached and Deodorized (RBD) palm oil yang di gunakan sebagai bahan makanan.
o Physical (Steam) Refining Process
Pengolahan palm oil selain secara kimia juga dapat dilakukan secara fisika. Perbedaan utama dari cara fisika dan kimia dari pengolahan palm oil adalah pada proses deacidification (pengasaman) dan deodorization. Proses ini di lakukan pada satu tempat khusus yang terbuat dari stainless stell dan tahan terhadap korosif oleh proses penetralan (terutama senyawa alkali). Secara garis besar proses phycal renifing dapat dibagi ke dalam 2 bagian yaitu :
Pre-treatement and Bleaching Process
Langkah awal dari proses Crude Palm Oil adalh dengan menghilangkan kandungan senyawa phospat dan logam lainnya dengan penambahan asam phospat (H3PO4). Asam yang terdapat dalam minyak pangan kemudian di bleched dengan bantuan karbon aktif (Activited Earth).
Deacidification and Deodorization Process
Pada mulanya minyak pangan dipanaskan pada suhu 240 – 260 OC dengan tekanan dibawah 2 – 6 mmHg, lalu free fatty acid yang telah diproses tadi di kumpulkan sebagai Fatty Acid N-Hexanee yang mengandung 80 – 95% Fatty Acid. Selanjutnya minyak pangan di destilasi lebih cepat untuk menghilangkan bau tengik, senyawa perioxide dan impurities yang terdapat di dalamnya. Setelah selesai, minyak pangan di dinginkan pada temperature 55 OC. hasil akhir dari keseluruhan proses diatas memiliki kualitas yang sama dengan prosesnya secara kimia.
Palm Oil Fractination (Fraksinasi Palm Oil)
Minyak pangan dan lemak alam memiliki berbagai perbedaan. Hal ini dapat kita ketahui dari banyaknya trygiceral yang terdapat dalam minyak pangan atau lemak itu. Selain itu juga dapat diketahui dari kandungan asamlemak dan ketidak jenuhan minyak pangan tersebut dengan memperhatikan panjang rantai carbon yang terdapat dan yang menysun minyak pangan atau lemak tersebut.
Fraksinasi palm oil di dasarkan pada perbedaan titik lebur minyak pangan tersebut. Hal ini dilakukan untuk memisahkan fraksi minyak pangan yang memiliki titik cair yang tinggi dan titik cair yang rendah pada suhu yang rendah. Triglyceride dengan derajat ketidak jenuhan yang tinggi (dapat diketahui dengan melihat harga iodine value yang tinggi) seperti fraksi Olein yang lebih dikenal dengan Crude Palm Olein memiliki titik cair yang tinggi. Dari perbedaan titik cair inilah kedua fraksi tersebut dapat di pisahkan.
Ada dua (2) cara yang digunakan pada proses fraksinasi antara lain :
5. Fraksinasi kering; dimana minyak pangan di kristalisasikan secara terus menerus tanpa perubahan suhu yang dilanjutkan dengan proses filtrasi.
6. Detergent fraktination; dimana minyak pangan dikristalisasikan dengan pengaturan suhu, dilanjutkan dengan pemisahan fraksi baik melalui perbedaan berat jenis atau centrifugation (pengocokan) dengan penambahan surfaktan.
B. PROSES PENGOLAHAN INTI KELAPA SAWIT
Ampas kelapa sawit yang terdiri dari biji dan fibre hasil olahan diatas tadi dimasukkan ke dalam deprecicarper melalui cake breaker conveyor yang di panaskan dengan uap agar sebagian kandungan air dapat di perkecil, sehingga press cake terurai dan mempermudah proses pemisahan fibred an biji. Pemisahan terjadi akibat perbedaan dan daya hisap blower. Biji di tampung pada nut silo yang dialiri udara panas 60 – 80 OC selama 10 – 14 jam untuk mengurangi kadar air dari 21% menjadi 14%. Fibre di alirkan ke boiler station sebagai bahan baker ketel uap.
Ripple Mill
Sebelum biji masuk ke ripple mill, terlebih dahulu dip roses dalam nut grading fraksi yang telah ditentukan. Nut kemudian dialirkan ke ripple mill sebagai alat pemecah. Massa biji yang pecah dialirkan menuju light dust separator dan fibrating grade untuk memisahkan cangkang halus, biji utuh, cangkang dan inti.
Claybath
Massa cangkang bercampur inti dialirkan masuk ke dalam claybath untuk memisahkan antara cangkang dengan inti. Cangkang dipakai sebagai bahan baker ketel uap dan alat pengeras jalan. Sedangkan inti dialirkan masuk ke dalam kernel silo untuk proses pengeringan sampai kadar air mencapai 7% dengan tingkat pengeringan 60 OC, 70 OC dan 80 OC dalam waktu 5 – 6 jam. Selanjutnya diproses untuk menghasilkan palm kernel oil.
Extraction Process
Kebanyakan ampas kelapa sawit disamakan dengan ampas kelapa (copra expeller). Padahal pada kenyataannya berbeda. Ampas kelapa sawit yang sering disebut dengan Palm Kernel Crushers adalah hasil akhir dari pengolahan palm kernel oil dan biasanya sering digunakan sebagai bahan pembuat makanan ternak diberbagai Negara misanya Brazil. Secara umum ada dua cara yang digunakan untuk mengolah palm kernel oil, antara lain dengan cara Mechanical Extraction dengan menggunakan screw press dan dengan cara Solvent Extraction.
1. Kernel Pretreatement
a. Cleaning (Pembersihan) : pemisahan seluruh zat – zat asing seperti pasir, kandungan logam yang dapat menyebabkan kerusakan pada mesin. Hal ini dilakukan dengan menggunakan magnetic separator dab fibrating secreen.
b. Flaking : dilakukan dengan cara memecahkan kernel menjadi butiran kecil dengan menggunakan swinging hammer dan breaker boiler. Hal ini dilakukan untuk mempermudah proses pemecahan dan pengepresan.
c. Cooking
2. Oil Extraction
a. Screw Pressing dan Oil Crarification
Meal yang telah diproses diatas tadi di lanjutkan dengan pressing yang menggunakan remolving worm. Oleh karena itu, maka hilanglah minyak pangan pada meal (Expeled cake) sehingga kadar minyak pangan yang tersisa sekitar 6 – 10% (toleransi). Expelled oil* mengandung kotoran yang harus di hilangkan. Untuk expelled oil dapat dilakukan dengan proses dekantasi dan filtrasi yang kemudian disimpan. Expelled cake yang telah terbebas dari minyak pangan tadi kemudian dipack/dibungkus untuk selanjutnya disimpan.
Beberapa industrimengolah PKE (Palm Kernel Expeller) tanpa pre-treatement proses. Dalam hal ini pengepresan ganda sangat diperlukan demi keefisienan extraksi minyak pangan. Namun, bagaimanapun kapasitas hasil pengepresan (untuk pengepresan ganda) selalu lebih kecil bila dibandingkan dengan menggunakan pre-treatement process.
Biasanya pre-treatement process yang lengkap digunakan pada perusahaan berkapasitas besar, karena mesin – mesinnya telah modern yang diimport dari Eropa.
b. Solvent Extraction
PKE yang telah di panaskan tadi di ekstraksi dengan menggunakan N-Hexane pada alat ekstraksi. Boleh juga dilakukan dengan proses perendaman dan penyaringan.
Penyaringan Hexane di pompakan pada meal dan selanjutnya disaring dengan menggunakan kertas saring.
Perendaman Kernel meal dimasukkan pada Extractor, lalu Hexane dialirkan dalam elevator tersebut. Biarkan hingga keseluruhan minyak pangan dalam kernel meal larut.
Solvent Recovery From Meal Hexane di hilangkan dari Deffated Meal dalam toaster. Setelah seluruh Hexane menguap, maka akan di dapat pellet yang baik dan terbebas dari Hexane yang dikenal dengan Palm Kernel Expeller yang selanjutnya dapat disimpan dan siap untuk di pasarkan.
Solvent Recovery From Miscella
Hexane yang telah dipergunakan tadi dapat kita peroleh kembali dengan cara memurnikannya melalui proses ekstraksi pada tekanan rendah dan temperature yang berangsur – angsur naik. Lalu Hexane condensate tadi dapat dipergunakan lagi pada proses selanjutnya.
Setelah melewati proses – proses diatas tadi, Palm Kernel Oil dimurnikan dan diproses ke tahap yang selanjutnya yaitu degumming, bleaching, deodorizing, fraksinasi sehingga diperoleh hasil yaitu RBD Palm Kernel Oil, RBD Palm Kernel Stearin, Crude Palm Kernel Oil, Crude Palm Kernel Stearin, Crude Palm Kernel Olein, RBD Palm Kernel Olein serta produk lainnya. Dalam proses pemurnian dan fraksinasi metode dan prinsip pengerjaannya sama seperti proses pada palm oil.
Sumber :
http://lemak minyak.blogspot.com/2009/05/pengolahan-minyak-kelapa-sawit.html/
http://apwardanhu.wordpress.com/2009/03/20/teknologi-pengolahan-kelapa-sawit/
Laporan Prakerin Ahmad Husni Lubis,dkk pada Indokem Laborindo//Teknik Pengolahan Kelapa sawit/
A. TINJAUAN UMUM
Kelapa sawit merupakan sumber lemak nabati yang populer karena produksi atau pengolahan minyak sawit yang tinggi di Negara-negara Asia Tenggara, bahkan minyak kelapa sawit menjadi komoditas pertanian utama dan unggulan di Indonesia, disamping minyak Kelapa. Hal itu disebabkan karena beberapa faktor, antara lain 1) menjadi sumber –pendapatan bagi jutaan keluarga petani, 2)sumber devisa Negara, 3) mulai dari perkebunan, industri pengolahan, sampai dengan pemasaran produknya menjadi primadona penyedia lapangan kerja, 4) perkebunan dan industri pengolahan kelapa sawit tersebut mampu memacu pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru, 5) pendorong tumbuh dan berkembangnya industri pengolahan hilir berbasis pengolahan CPO di Indonesia misal : mentega, kue/biscuit, gliserin, sabun, dan detergen.
B. BUAH SAWIT
Buah sawit (Elais Gueenensis Jacq.) banyak dibudi dayakan di perkebunan-perkebunan, diantaranya adalah jenis Dura, Psifera, dan Tenera. Tenera merupakan hasil persilangan dari tipe Dura dan Psifera, memiliki kandungan minyak tinggi (22-23%) dan pokoknya tidak terlalu tinggi tetapi berbuah lebih awal.
Bagian buahnya terdiri dari eksokarp (kulit paling luar), mesokarp (serabut, mirip serabut kelapa), endocarp (tempurung) dan kernel (inti sawit). Pengolahan bagian serabutnya (endocarp) dengan cara ekstraksi dapat menghasilkan Crude Palm Oil (CPO), sedangkan pengolahan bagian kernel (inti) dapat menghasilkan Palm Kernel Oil (PKO). CPO dengan teknologi pengolahan lebih lanjut yaitu fraksinasi dapat terpisah paling tidak menjadi dua fraksi utama yaitu stearin (pada suhu kamar berbentuk padat) dan olein (pada suhu kamar berbentuk cair). Pengolahan stearin lebih lanjut oleh insdustri pengolahan hilir dapat menghasilkan produk-produk sperti margarin, sabun, lilin, cocoa butter substituen (CBS) semacam pengganti lemak kakao, vegetables ghee (vanaspati), shoertening dsb. Sedangkan pengolahan olein umumnya menghasilkan bahan baku untuk keperluan minyak goreng, meskipun terdapat juga produk-produk lain seperti margarine, shoertening, vegetables ghee (vanaspati), asam lemak, dan gliserol atau gliserin.
C. PANENAN BUAH KELAPA SAWIT
Tandan kelapa sawit bila sudah mulai matang akan ditandai dengan perikarp buah berwarna kuning jingga serta sebagian buah terlepas dari tangkainya. Buah yang baik adalah buah yang cukup umur untuk dipanen karena akan menghasilkan rendemen yang baik. Hasil panenan sebaiknya segera dibawa untuk pengolahan lebih lanjut, setelah mengalami sortasi dan penimbangan untuk kemudian diolah menjadi minyak mentah. Penimbangan bertujuan untuk menghitung rendemen, efesiensi ekstraksi dan untuk keperluan lainnya.
D. PROSES PENGOLAHAN MINYAK KELAPA SAWIT MENJADI CRUDE PALM OIL (CPO)
Proses pengolahan minyak pangan kelapa sawit secara umum adalah sebagai berikut :
a. Weight Bride
b. Perebusan (Sterilisasi)
c. Penebahan (Stripping)
d. Pelumatan (Digesting)
e. Pengempaan (Dressing)
f. Penjernihan (Clarifier)
g. Pemecahan Nut
h. Proses Pengolahan Minyak
a. Weight Bride
Buah kelapa sawit yang berasal dari tandan buah segar (TBS) setelah tiba di pabrik kemudian di pindahkan ke lori –lori dan selanjutnya ditimbang di weight bride untuk mengetahui berat tandan buah segar yang di terima.
b. Perebusan (Sterilisasi)
Tahap sterilisasi ini dalam pengolahan minyak kelapa sawit secara teknis dilakukan dengan memberikan steam/uap pada tandan dalam suatu alat sterilizer berupa autoclave besar. TBS dimasukkan ke dalam lori – lori rebusan yang terbuat dari plat baja berlubang – lubang dan langsung dimasukkan ke sterilizer yang merupakan bejana perebusan dengan mengalirkan uap air bertekanan antara 2, 5 – 3, 0 kg/cm2, dengan adanya lubang – lubang pada badan lori, uap masuk dan dapat merebus buah secara merata. Proses perebusan ini dimaksudkan untuk membunuh enzim – enzim yang akan menurunkan kualitas minyak pangan dan juga memudahkan buah terlepas dari tandan serta memudahkan pemisahan cangkang dan inti dengan keluarnya air dari biji. Proses perebusan biasanya berlangsung selama 80 – 90 menit dan uap yang dibutuhkan sebesar 280 – 290 kg/ton TBS. Proses perebusan ini menghasilkan kondensat yang mengandung 0, 50% minyak pangan ikutan pada temperature tinggi. Kondensat ini kemudian di masukkan ke dalam fat fit. Tandan buah yang telah disterilisasi di masukkan ke dalam thereser.
Adapun tujuan sterilisasi adalah :
1. Merusak enzim lipotilik, sehingga dapat mencegah perkembangan asam lemak bebas
2. Memudahkan pelepasan buah dari tandan
3. Melunakkan buah
4. Mengkoagulasikan gum/emulsifier sehingga memudahkan pengambilan minyak
Distribusi waktu pengolahan selama sterilisasi terbagi mjenjadi 5 bagian yakni :
1. Pengeluaran udara
2. Waktu untuk mencapai tekanan yang diperlukan
3. Waktu untuk sterilisasi tandan
4. Pengeluaran uap air
5. Pembongkaran, penurunan dan realoding
Bila waktu pengolahan pada tahap sterilisasi terlalu lama, maka akan banyak minyak yang hilang (3%) serta kernel berwarna kehitaman (gelap). Bila waktu pengolahan selama tahap sterilisasi terlalu singkat, maka buah akan sulit lepas dari tandan pada tahap pengolahan selaqnjutnya.
c. Penebahan (Stripping)
Tandan buah kelapa sawit yang disterilisasi dituang sedikit demi sedikit secara teratur ke dalam mesin penebah (striper/pemipih) untuk memisahkan antara buah dan tandannya.Hal ini dilakukan dengan cara membanting tandan sehingga kadang-kadang proses ini disebut sebagai tahap bantingan). Hasil dari stripping tidak selalu 100%, artinya masih terdapat berondolan yang melekat pada tangkai tandan, hal ini disebut dengan Unstripped Bunch (USB) sehingga sering dilakukan “Double Thressing”. Janjang yang telah kosong selanjutnya di bawa ke incinerator dan dimanfaatkan sebagai pupuk.
d. Pelumatan (Digesting)
Buah lepas (brondolan buah) yang dibawa oleh fruit conveyor di masukkan ke dalam digester atau peralatan pengaduk dimana padanya terdapat pisau-pisau atau batang-batang yang terhubung dengan poros utama, yang berfungsi menghancurkan buah yang telah lepas dari tandannya. Pengadukan ini dimaksudkan untuk melepaskan daging buah dengan biji. Selama pengadukan berlangsung, temperature dan digester dijaga agar tetap stabil antara 95 – 105 OC. Pemanasan ini di lakukan dengan menggunakan uap panas (steam).
e. Pengempaan (Dressing)
Massa buah yang tercacah dan telah berbentuk bubur di masukkan ke dalam screw press (alat kempa). Mesin pres yang biasa digunakan adalah model screw press. Alat ini terdiri dari dua buah worm screw yang duduk dalam press cake dan dua buah cone yang dapat bergerak maju mundur. Disebabkan putaran kedua worm screw tersebut dan penekanan cone, minyak pangan dalam mesocarp itu akan diperas dan keluar melalui lubang – lubang kecil pada press cake. Sedangkan ampas press atau campuran fibred an nut akan keluar melalui worm screw. Hal – hal yang diperhatikan dalam proses yaitu press harus kering. Maksudnya minyak pangan yang melekat pada ampas press diusahakan sedikit mungkin dan cukup rendah. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menekan cone, tetapi akibatnya akan menaikkan nut / kernel yang pecah.
f. Penjernihan (Clarifier)
Penjernihan pada statisun klarifikasi, kadang disebut dengan pemurnian minyak, dalam pengolahan kelapa sawit bertujuan untuk menjernihkan sehingga diperoleh minyak dengan mutu sebaik mungkin dan dapat dipasarkan dengan harga baik. Tahapan klarifikasi dalam industri pengolahan tersebut adalah penyaringan, pengendapan, sentrifugasi dan pemurnian.
Minyak kasar campuran dari digesti dan pengempaan dialirkan menuju kesaringan getar (vibrating screen) untuk disaring agar kotoran berupa serabut kasar dapat dipisahkan. Minyak kasar lalu ditampung dalam tanki penampung minyak kasar (crude oil tank), selanjutnya dipanaskan hingga suhu 95-100oC, dengan tujuan untuk memperbesar perbedaan berat jenis antara minyak, air, dan sludge sehingga sangat membantu dalam proses pengendapan.
Minyak dari crude oil tank selanjutnya dialirkan ke tanki pengendap. Didalam tanki tersebut crude oil terpisah menjadi minyak dan sludge atau Lumpur akibat pengolahan dengan teknik pengendapan. Sludge masih dapat diambil minyaknya dengan teknik pengolahan minyak kelapa sawit tertentu misalnya sentrifugasi atau pemusingan.
g. Pemecahan Nut
Nut yang telah kering (dinyatakan oleh tes laboratorium) masuk ke dalam Nut Cracher. Dalam Nut Cracher ini nut akan dipecah menjadi inti yang masih basah dan cangkang (kernel). Inti dikirim untuk bahan baker broiler dan diolah lebih lanjut menjadi palm kernel oil.
h. Proses Pengolahan Minyak
Proses Pengolahan Palm Oil
Seluruh Crude Oil dan lemak yang diguanakan sebagai bahan makanan termasuk palm oil mengandung kadar Impurities (kadar kotoran). Impurities yang terkandung antara lain seperti kadar Free Fatty Acid atau yang lebih dikenal dengan Asam Lemak Bebas (ALB), senyawa – senyawa phospat, bahan pewarna berbagai bentuk aroma, kadar air (moisture), kandungan logam serta adanya benda – benda asing di dalamnya. Kandungan impurities ini haruslah dihilangkan terlebih dahulu dengan satu pengolahan agar minyak pangan tersebut stabil dan layak untuk dikonsumsi masyarakat.
Proses pemurnian palm oil yang sering digunakan meliputi :
o Proses Penetralan (Alkaline Refining Process)
Proses penetralan ini meliputi :
Degumming
Crude Palm Oil sebagaimana yang telah di jelaskan diatas tadi, hasil akhirnya mengandung senyawa – senyawa phospat yang nantinya akan sangat membahayakan tubuh bila tidak di hilangkan dan juga mengandung gum (lender). Oleh karena itu, langkah awal yang di lakukan dalam pengolahan palm oil ini adalah penambahan 0, 1% asam phospat (H3PO4) atau Asam Sitrat ke dalam palm oil ini. Hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan senyawa phospat dan berbagai logam yang ada sehingga tidak mengganggu pada proses netralisasi. Degumming dilakukan pada suatu pencampur sentrifugal. Dari proses ini akan dihasilkan RBPO (Refinery Bleaching Palm Oil) dan PFAD (Palm Fatty Acid N-Hexaneete) yang dapat digunakan sebagai bahan baku sabun.
Netralizing (Netralisasi)
Pada proses ini, minyak pangan telah di hilangkan lendirnya yang di campur dengan larutan Natrium Hidroksida (NaOH). Hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan kandungan Free Fatty Acid (FFA) di dalam minyak pangan tersebut. Konsentrasi alkali pada proses ini harus seimbang dengan jumlah Free Fatty Acid yang ada pada minyak pangan tersebut. Biasanya dalam proses ini di gunakan larutan Natrium Hidroksida Excess. Larutan ini dicampurkan pada minyak pangan dalam pencampur sentrifugal. Kemudian setelah minyak pangan tadi bereaksi, minyak pangan di alirkan menuju separator berkecepatan tinggi untuk memisahkan minyak pangan dari kandungan Soap Stock (kandungan detergent), senyawa phospat dan endapan lainnya dari minyak netral yang telah di dapat.
Eart Bleching (Pemucatan Warna) dan Filtrasi
Pemucatan warna (yang lebih di kenal dengan bleaching) di lakukan diatas pemanas atau di dalam pengaduk dalam keadaan hampa udara (vacum air) dengan penambahan serbuk pemutih Bleaching Eart untuk menurunkan kandungan warna pada minyak pangan. Pada proses ini juga di turunkan atau dinetralisir apakah masih terdapat kandungan phospat, sabun ataupun detergent serta logam dan oeroxida lainnya dari komposisi hasil proses oksidasi. Banyaknya Bleaching Eart yang ditambahkan antara 1% - 2% tergantung kualitas Crude Oil, spesifikasi produk akhir yang diminta, type Bleaching Eart dan temperature pemutihan Crude Oil tersebut. Dinegara Malaysia, bleaching dilakukan pada tekanan hampa udara 15 – 20 mmHg pada 90 – 130 OC selama 20 – 40 menit. Setelah proses bleaching selesai di lakukan, langkah selanjutnya adalah menghilangkan jumlah kandungan zat warna yang terasorbsi dalam minyak pangan melalui proses filtrasi. Setelah proses filtrasi, hasil minyak pangan kemudian disaring. Hasil dari kesemua proses ini ditandai dengan adanya warna terang dari proses Netralisasi pemucatan warna palm oil yang dikenal dengan BPO (Bleaching Palm Oil).
Deodorizing (Penghilangan Bau)
Deodorization adalah langkah yang paling penting dalam proses pengolahan minyak pangan. Deodorization ini dilakukan untuk menghilangkan bau tengik dan sekaligus untuk menghasilkan minyak pangan yang berasa hambar. Hal ini dilakukan dengan cara mengurangi atau menghilangkan tingkat penguapan relative (tingkat oksidasi/Relative Vollatile Ordouferous) dan aroma yang ada pada minyak pangan. Mengurangi tingkat oksidasi dilakukan dengan cara mengurangi asupan free fatty acid (dibawah 0, 10%), kandungan Aldehyd, keton, warna (dibawah 3 red pada pengukuran dengan Lovibond pada ”cell). Deodorization di lakukan dengan destilasi pada keadaan hampa udara yaitu 2 – 5 torr, daerah kedap air dan pemanasan 230 – 250 OC. untuk melindungi minyak pangan dari proses oksidasi kembali, langkah yang dapat dilakukan adalah dengan menghilangkan udara pada temperature tinggi. Minyak pangan didinginkan pada suhu 55 OC sebelum di alirkan ke polishing filter. Hasil akhir pemurnian palm oil adalah Refined Bleached and Deodorized (RBD) palm oil yang di gunakan sebagai bahan makanan.
o Physical (Steam) Refining Process
Pengolahan palm oil selain secara kimia juga dapat dilakukan secara fisika. Perbedaan utama dari cara fisika dan kimia dari pengolahan palm oil adalah pada proses deacidification (pengasaman) dan deodorization. Proses ini di lakukan pada satu tempat khusus yang terbuat dari stainless stell dan tahan terhadap korosif oleh proses penetralan (terutama senyawa alkali). Secara garis besar proses phycal renifing dapat dibagi ke dalam 2 bagian yaitu :
Pre-treatement and Bleaching Process
Langkah awal dari proses Crude Palm Oil adalh dengan menghilangkan kandungan senyawa phospat dan logam lainnya dengan penambahan asam phospat (H3PO4). Asam yang terdapat dalam minyak pangan kemudian di bleched dengan bantuan karbon aktif (Activited Earth).
Deacidification and Deodorization Process
Pada mulanya minyak pangan dipanaskan pada suhu 240 – 260 OC dengan tekanan dibawah 2 – 6 mmHg, lalu free fatty acid yang telah diproses tadi di kumpulkan sebagai Fatty Acid N-Hexanee yang mengandung 80 – 95% Fatty Acid. Selanjutnya minyak pangan di destilasi lebih cepat untuk menghilangkan bau tengik, senyawa perioxide dan impurities yang terdapat di dalamnya. Setelah selesai, minyak pangan di dinginkan pada temperature 55 OC. hasil akhir dari keseluruhan proses diatas memiliki kualitas yang sama dengan prosesnya secara kimia.
Palm Oil Fractination (Fraksinasi Palm Oil)
Minyak pangan dan lemak alam memiliki berbagai perbedaan. Hal ini dapat kita ketahui dari banyaknya trygiceral yang terdapat dalam minyak pangan atau lemak itu. Selain itu juga dapat diketahui dari kandungan asamlemak dan ketidak jenuhan minyak pangan tersebut dengan memperhatikan panjang rantai carbon yang terdapat dan yang menysun minyak pangan atau lemak tersebut.
Fraksinasi palm oil di dasarkan pada perbedaan titik lebur minyak pangan tersebut. Hal ini dilakukan untuk memisahkan fraksi minyak pangan yang memiliki titik cair yang tinggi dan titik cair yang rendah pada suhu yang rendah. Triglyceride dengan derajat ketidak jenuhan yang tinggi (dapat diketahui dengan melihat harga iodine value yang tinggi) seperti fraksi Olein yang lebih dikenal dengan Crude Palm Olein memiliki titik cair yang tinggi. Dari perbedaan titik cair inilah kedua fraksi tersebut dapat di pisahkan.
Ada dua (2) cara yang digunakan pada proses fraksinasi antara lain :
5. Fraksinasi kering; dimana minyak pangan di kristalisasikan secara terus menerus tanpa perubahan suhu yang dilanjutkan dengan proses filtrasi.
6. Detergent fraktination; dimana minyak pangan dikristalisasikan dengan pengaturan suhu, dilanjutkan dengan pemisahan fraksi baik melalui perbedaan berat jenis atau centrifugation (pengocokan) dengan penambahan surfaktan.
B. PROSES PENGOLAHAN INTI KELAPA SAWIT
Ampas kelapa sawit yang terdiri dari biji dan fibre hasil olahan diatas tadi dimasukkan ke dalam deprecicarper melalui cake breaker conveyor yang di panaskan dengan uap agar sebagian kandungan air dapat di perkecil, sehingga press cake terurai dan mempermudah proses pemisahan fibred an biji. Pemisahan terjadi akibat perbedaan dan daya hisap blower. Biji di tampung pada nut silo yang dialiri udara panas 60 – 80 OC selama 10 – 14 jam untuk mengurangi kadar air dari 21% menjadi 14%. Fibre di alirkan ke boiler station sebagai bahan baker ketel uap.
Ripple Mill
Sebelum biji masuk ke ripple mill, terlebih dahulu dip roses dalam nut grading fraksi yang telah ditentukan. Nut kemudian dialirkan ke ripple mill sebagai alat pemecah. Massa biji yang pecah dialirkan menuju light dust separator dan fibrating grade untuk memisahkan cangkang halus, biji utuh, cangkang dan inti.
Claybath
Massa cangkang bercampur inti dialirkan masuk ke dalam claybath untuk memisahkan antara cangkang dengan inti. Cangkang dipakai sebagai bahan baker ketel uap dan alat pengeras jalan. Sedangkan inti dialirkan masuk ke dalam kernel silo untuk proses pengeringan sampai kadar air mencapai 7% dengan tingkat pengeringan 60 OC, 70 OC dan 80 OC dalam waktu 5 – 6 jam. Selanjutnya diproses untuk menghasilkan palm kernel oil.
Extraction Process
Kebanyakan ampas kelapa sawit disamakan dengan ampas kelapa (copra expeller). Padahal pada kenyataannya berbeda. Ampas kelapa sawit yang sering disebut dengan Palm Kernel Crushers adalah hasil akhir dari pengolahan palm kernel oil dan biasanya sering digunakan sebagai bahan pembuat makanan ternak diberbagai Negara misanya Brazil. Secara umum ada dua cara yang digunakan untuk mengolah palm kernel oil, antara lain dengan cara Mechanical Extraction dengan menggunakan screw press dan dengan cara Solvent Extraction.
1. Kernel Pretreatement
a. Cleaning (Pembersihan) : pemisahan seluruh zat – zat asing seperti pasir, kandungan logam yang dapat menyebabkan kerusakan pada mesin. Hal ini dilakukan dengan menggunakan magnetic separator dab fibrating secreen.
b. Flaking : dilakukan dengan cara memecahkan kernel menjadi butiran kecil dengan menggunakan swinging hammer dan breaker boiler. Hal ini dilakukan untuk mempermudah proses pemecahan dan pengepresan.
c. Cooking
2. Oil Extraction
a. Screw Pressing dan Oil Crarification
Meal yang telah diproses diatas tadi di lanjutkan dengan pressing yang menggunakan remolving worm. Oleh karena itu, maka hilanglah minyak pangan pada meal (Expeled cake) sehingga kadar minyak pangan yang tersisa sekitar 6 – 10% (toleransi). Expelled oil* mengandung kotoran yang harus di hilangkan. Untuk expelled oil dapat dilakukan dengan proses dekantasi dan filtrasi yang kemudian disimpan. Expelled cake yang telah terbebas dari minyak pangan tadi kemudian dipack/dibungkus untuk selanjutnya disimpan.
Beberapa industrimengolah PKE (Palm Kernel Expeller) tanpa pre-treatement proses. Dalam hal ini pengepresan ganda sangat diperlukan demi keefisienan extraksi minyak pangan. Namun, bagaimanapun kapasitas hasil pengepresan (untuk pengepresan ganda) selalu lebih kecil bila dibandingkan dengan menggunakan pre-treatement process.
Biasanya pre-treatement process yang lengkap digunakan pada perusahaan berkapasitas besar, karena mesin – mesinnya telah modern yang diimport dari Eropa.
b. Solvent Extraction
PKE yang telah di panaskan tadi di ekstraksi dengan menggunakan N-Hexane pada alat ekstraksi. Boleh juga dilakukan dengan proses perendaman dan penyaringan.
Penyaringan Hexane di pompakan pada meal dan selanjutnya disaring dengan menggunakan kertas saring.
Perendaman Kernel meal dimasukkan pada Extractor, lalu Hexane dialirkan dalam elevator tersebut. Biarkan hingga keseluruhan minyak pangan dalam kernel meal larut.
Solvent Recovery From Meal Hexane di hilangkan dari Deffated Meal dalam toaster. Setelah seluruh Hexane menguap, maka akan di dapat pellet yang baik dan terbebas dari Hexane yang dikenal dengan Palm Kernel Expeller yang selanjutnya dapat disimpan dan siap untuk di pasarkan.
Solvent Recovery From Miscella
Hexane yang telah dipergunakan tadi dapat kita peroleh kembali dengan cara memurnikannya melalui proses ekstraksi pada tekanan rendah dan temperature yang berangsur – angsur naik. Lalu Hexane condensate tadi dapat dipergunakan lagi pada proses selanjutnya.
Setelah melewati proses – proses diatas tadi, Palm Kernel Oil dimurnikan dan diproses ke tahap yang selanjutnya yaitu degumming, bleaching, deodorizing, fraksinasi sehingga diperoleh hasil yaitu RBD Palm Kernel Oil, RBD Palm Kernel Stearin, Crude Palm Kernel Oil, Crude Palm Kernel Stearin, Crude Palm Kernel Olein, RBD Palm Kernel Olein serta produk lainnya. Dalam proses pemurnian dan fraksinasi metode dan prinsip pengerjaannya sama seperti proses pada palm oil.
Sumber :
http://lemak minyak.blogspot.com/2009/05/pengolahan-minyak-kelapa-sawit.html/
http://apwardanhu.wordpress.com/2009/03/20/teknologi-pengolahan-kelapa-sawit/
Laporan Prakerin Ahmad Husni Lubis,dkk pada Indokem Laborindo//Teknik Pengolahan Kelapa sawit/
Langganan:
Postingan (Atom)